Jumat, 02 Juli 2010

SATU

Aku tinggal selama seminggu di rumah Sezquall, tak berani pulang karena takut akan ada orang Yajedan yang mencariku. Selama seminggu memang kami hidup cukup damai, walau tetap was-was saat keluar. Namun lebih dari itu, kami merasa bahwa keberadaan kami yang terlalu lama di suatu tempat akan membahayakan. Terutama disaitna ada Elena.
Kami sempat berbincang tentang keheranan masing-masing tentang mesin yang diciptakan Yajedan ini. Mereka, menurut Eliza, terisolasi. Karenanya alangkah tak mungkin mereka membuat mesin yang sebegitu canggihnya, hingga dapat membuat zaman es yang sebegini mengerikan. Itu jika menurut logika, bengitu kata Sezquall. Bagaimana jika semua ini ternyata diluar logika!
Kami mengasumsikan bahwa mereka memiliki markas besar di suatu tempat. Dokumen Tuan Slittering yang mengatakan bahwa mereka membuat dunia mengira mereka terisolasi tidak menyebutkan tentang markas besar mereka, dan itu membuat kami menebak-nebak tanpa hasil yang pasti. Ada ribuan tempat yang mungkin mereka gunakan, bahkan mungkin jutaan, yang ada di dunia ini. Mana yang harus kami percayai?
Begitulah, seminggu yang penuh pertanyaan. Pertanyaan yang semakin lama semakin banyak tanpa jawaban yang muncul ke permukaan. Dari sana kami berpikir lebih baik untuk bergerak. Walau agak berbahaya, tapi tak ada pilihan lain. Kami tak bisa pergi begitu saja dari kasus ini. Ini akan menyingkap kebenaran. Ini akan memperbaiki hidup kami.
Aku dan Sezquall akhirnya memutuskan untuk membersihkan kepolisian terlebih dahulu. Dan, sementara itu, Sezquall akan menghubungi teman baiknya, Fort, untuk membantu kami untuk mencari Eliza. Sezquall bilang bahwa orang-orang Yajedan takkan mungkin menawan orang-orang di kantor, karena akan sangat merepotkan. Mereka juga takkan membunuh mereka semua, karena dengan itu operasi mereka akan sangat transparan.
Kami harus pergi, itu kenyataannya. Dan kehidupan wartawanku sekarang berubah drastis. Namun, kupikir ini semua akan berakhir cepat. Kuharap, ‘mungkin’ sepertinya kata yang lebih tepat.
“ Apa kalian yakin akan pergi secepat ini?” tanya Elena, saat kami sudah bersiap-siap dengan persediaan makanan dan pakaian.” Tinggalah setidaknya semalam lagi.”
“ Tidak bisa, maaf Elena.” Kata Sezquall.” Kami harus pergi secepatnya. Seminggu sudah terlewat lama, mungkin kami sudah terlambat. Ingat, kalau ada yang datang dan kau tidak mengenalnya, lihat kartu tanda penduduknya, kemudian jika ada sebuah bintang merah di bawah kirinya, tutup pintu dan lari secepatnya lewat pintu belakang!”
“ Aku mengerti.” Elena mengangguk, dan setelah itu, kami hanya dapat mengawasinya dari kaca spion mobil yang melaju, semakin lama semakin cepat.
“ Kita akan menemui Fort di rumahnya. Kita dapat mendapatkan peralatan disana.”
“ Peralatan?”
“ Kau tahu, pistol, pisau, peluru. Semua yang kita butuhkan.”
“ Apa kita benar-benar akan membawa pistol?”
“ Tentu saja! Apa kau berharap semua ini akan menjadi perjalanan penuh kedamaian?”
Selama satu setengah jam kami tidak berhenti. Dan sudah tiga kali Sezquall menelepon istrinya, menanyakan keadaan. Semua baik-baik saja, jawabannya selalu sama. Khawatir, aku tahu pasti itu.
Kami akhirnya sampai di rumah Fort di pinggir kota. Rumahnya benar-benar tak jelas. Arsitekturnya kacau-balau, meski sangat besar, tapi kelihatannya kecil. Sebenarnya rumahnya hanya ada dua tingkat, namun dua tingkat ia tambahkan sendiri dengan bahan kayu. Dan, dua tingkat terakhir tersebut amat sangat berantakan dan abstrak.
Dia sendiri, adalah seorang dengan umur lima puluhan. Janggut dan kumis putih kasarnya tumbuh liar, dan matanya sipit karena keriput. Penampilannya layaknya seorang koboi. Dengan topi, jas, dan celana jeans.
“ Salam kawanku!” sapa Fort, membentangkan kedua tangannya saat menyambut kami.
“ Ah, Fort. Sudah berapa tahun kita tak bertemu?”
“ Tiga tahun, Rosseau. Tiga tahun yang penuh misteri.”
Sezquall bertanya, apakah Fort dapat membantunya. Namun, alih-alih menjawab, kami disuruh masuk dan duduk. Kemudian disuguhkan teh hangat. Aku berkenalan dengannya, dan ia menjabat tanganku dengan sangat keras dengan tangannya yang kapalan.
“ Aku sudah tahu semuanya, Rosseau.” Ujarnya, saat Sezquall hendak bercerita.” Mereka sempat mendatangiku dan menawarkanku untuk masuk ke organisasinya. Mereka bilang aku asset penting, dan mereka menjelaskan seluruh rencana mereka padaku. Aku menolak. Bahahaha! Mereka bodoh sekali. Dan mereka mencoba membunuhku setelahnya.”
“ Bagaimana kau bisa lolos?” tanyaku, heran.
“ Tak mudah, Revoir. Tak mudah. Aku menghabiskan peluru revolverku, dan menggunakan lima klip senapan mesinku. Mereka semua tewas sebelum sempat menembak! Bahahahaha!”
Sezquall kemudian menceritakan maksud kami datang ke kediamannya. Ia menjelaskan semuanya, bahkan memperlihatkan dokumen dan chip dari Tuan Slittering.
“ Ini benar-benar serius.” Ujarnya, kemudian berdehem.” Kalian butuh senjata? Kalian datang ke tempat yang tepat!”
Sementara kami diajak ke tingkat keempat, Sezquall bercerita tentang tiga tahun terakhirnya. Dan bahwa kami sekarang menghadapi masalah serius. Hingga akhirnya ia meminta Fort untuk mencari Eliza.
“ Aku tidak dapat melakukannya.” Fort sekali lagi berdehem.” Lebih baik seseorang yang mengetahui wajahnya yang mencarinya. Jika aku bertanya, aku takut akan menarik perhatian. Yajedan mencariku,ingat?”
“ Arus, hanya kau yang mengenal Eliza.” Sezquall memandangiku.
“ Tidak, tidak. Aku tidak akan kembali ke sana. Mereka sudah mengenal wajahku, wajahmu juga, Sezquall. Siapa tahu ada Yajedan yang menjaga di sekitar kantor.”
Kami sampai di lantai empat. Bagian rumah yang paling dibanggakan oleh Fort. Ia mengajak kami melihat-lihat senjatanya yang dipajang di sekitar dinding, dan beberapa disimpan di peti. Sementara berkeliling, kami melanjutkan percakapan:
“ Arus benar.” Kata Sezquall.” Kami tak bisa kembali ke sana.”
“ Kalau begitu, Revoir. Apa kau punya foto Eliza ini?”
“ Tentu.” Aku mengambil telepon genggamku, mencari foto Eliza dan memperlihatkannya.
“ Hmmm…” Fort menyipitkan matanya yang sudah sipit.” Baiklah, akan kuusahakan. Tapi aku tak janji. Kupikir ada baiknya aku keluar sejenak. Sudah dua minggu aku tidak didatangi Yajedan lagi, mungkin mereka pikir aku hanya orangtua yang tak bisa apa-apa. Ada baiknya jika aku menghirup udara segar sekali lagi.”
Kami berterima kasih tepat saat kami memasuki sebuah ruangan kecil. Kecil, itu kesan pertamanya. Saat kau memasuki ruangan tersebut, ternyata ruangan itu panjang dengan sasaran tembak diujungnya. Fort membuka sebuah peti, kemudian mengambil dua buah pistol panjang dan memberikannya padaku dan Sezquall.
“ Itu pistol berperedam, dengan itu kau akan dapat menembak seseorang tanpa kepanikan. Sangat berguna.”
Kemudian ia tersenyum, dan kembali menghilang di balik peti. Tak lama, Fort keluar dengan dua buah pisau kecil.
“ Ini,” katanya, melemparkannya ke tembok dengan kecepatan luar biasa.” Meski kecil, dapat membunuh.”
Kami sekali lagi berterima kasih. Jam sudah menunjukkan setengah dua belas saat kami bersiap-siap untuk berpencar. Aku dan Sezquall akan ke kepolisian, mencari orang yang masih bisa dipercaya sementara Fort pergi mencari Eliza. Kami sempat menyusun rencana, meski akhirnya kami memutuskan untuk bertindak secara naluri.
Dalam perjalanan aku dan Sezquall menuju kantor polisi, kami sempat mendiskusikan tentang kira-kira siapa di kepolisian yang adalah anggota Yajedan. Aku berpendapat kepala polisi adalah orangnya, meski begitu Sezquall menganggap kepala polisi tidak mungkin anggota Yajedan. Jika bukan, kami akan sangat repot. Karena tidak mungkin mengecek kartu tanda penduduk tiap polisi.
Mobil diparkir di basement. Kami tidak langsung keluar, melainkan mengatur napas terlebih dahulu di dalam mobil, kemudian mengonfirmasi rencana.
Sezquall bilang untuk tidak membunuh siapapun yang anggota Yajedan. Setidaknya, harus ada satu orang yang kami sandera untuk sumber informasi. Aku bilang aku mengerti. Dan kami keluar dari mobil, masuk ke kantor polisi.
“ Ah, Rosseau.” El menyapa kami.” Sudah lama aku tidak melihatmu. Ke mana saja kau?”
“ Panggilan tugas, El. Ah, boleh kulihat dompetmu?” tanya Sezquall. Pertanyaannya memang terlalu terang-terangan, aku sadar. Namun, entah memang bodoh, atau El tak peduli, ia mengeluarkan dompetnya begitu saja dan memberikannya pada Sezquall.
Sezquall menggeleng padaku, kemudian mengembalikan dompet El. Ia berkata bahwa dompet kulitnya palsu, dan lebih baik diganti atau para wanita takkan mau mendekatinya. El kelihatan panik, kemudian mengangguk penuh semangat.
“ Dia memang agak idiot.” Bisik Sezquall padaku, menahan tawa.” Tapi dia bukan Yajedan.”
“ Kita cek kepala polisi.” Ujarku. “ Aky yakin dia tak seidiot El. Bagaimana kita mendapatkan dompetnya?”
“ Aku punya ide. Ikuti saja.”
Aku bingung, tapi tak sempat bertanya karena kami sudah masuk ke ruangan kepala polisi dan menutup pintu. Ia adalah orang berjas hitam dengan kepala yang dipenuhi rambut putih. Bekas janggut dan kumisnya terlihat jelas, namun wajahnya penuh wibawa. Ia memandangi kami, dan bertanya,” Rosseau! Ada apa ini?”
Sezquall tersenyum,” Temanku, dia agen dari bank Fedha, katanya jika Anda memiliki kartu kredit Fedha Anda akan mendapatkan sepuluh juta rupiah!”
Kepala polisi tampak curiga, karena ia memandangi kami dengan tatapan tajam. Aku tegang setengah mati, hingga rasanya hendak membawa Sezquall keluar dan memukul mulutnya. Namun kepala polisi mengangguk, dan menjawab bahwa, ya, ia punya kartu kredit Fedha.
“ Bisa kulihat?” tanyaku.
Kepala polisi mengangguk, kemudian mengambil dompetnya. Ya! Kami berhasil! Sezquall kau jenius! Tapi tunggu dulu, ternyata ia tidak memberikan dompetnya, melainkan mencabut kartu Fedha nya dan memperlihatkannya. Dompetnya ia pegang di tangan kirinya.
“ Dimana sepuluh jutaku?”
Sezquall berteriak, katanya ada tikus. Walau kulihat tak ada apa-apa. Ia menerjang kepala polisi dan mengambil dompetnya dan, dengan gaya tak sengaja, melemparkannya padaku.
Aku melihatnya, namanya Vecchio Astuzia. Dan, di bawah kiri kartu tanda penduduknya, kulihat sebuah bintang merah. Aku mengangguk pada Sezquall yang masih memegangi kerah Vecchio dan menduduki perutnya. Ia menyuruhku mengunci pintu dan segera kulakukan.
“ Ada apa ini, Rosseau? Kenapa kau menyerangku?”
“ Jangan pura-pura bodoh Vecchio! Aku tahu kau Yajedan!” bisik Sezquall.
“ Apa?”
“ Katakan, apa yang mau kau lakukan dengan chip ini?” Sezquall mengeluarkan chip dari Tuan Slittering. Vecchio terlihat kaget, namun tersenyum.
“ Kau sudah tahu rupanya. Menyedihkan. Tapi kami Yajedan akan menang. Dan, kau pikir aku akan bicara soal chip itu?”
“ Tentu saja. Arus, ambil sebuah pulpen.”
Aku mengangkat alis,” Pulpen? Apa yang mau kau lakukan dengan pulpen?”
“ Sebuah pulpen bisa menjadi senjata yang menyakitkan, kau tahu.” Kata Sezquall. “ Matamu akan hilang jika dalam satu menit kau tidak menjawab.”
Vecchio terlihat sangat gugup saat aku melemparkan sebuah pulpen pada Sezquall. Sezquall mengambil ancang-ancang untuk menusuk, kemudian menghitung. Aku ikut gugup, apa ia benar akan menusuk mata Vecchio? Ataukah itu hanya gertakan?
Dalam hitungan dua puluh Vecchio mulai mengoceh. Bahwa Sezquall tak pernah bekerja dengan baik. Bahwa ia menjadi detektif karena ayahnya yang miskin memaksanya. Bahwa ia seharusnya berterima kasih.
“ Dan ibumu.” Lanjut Vecchio.” Ibumu…”
“ Cukup!” Jerit Sezquall.
“ Dia tewas setelah melahirkanmu. Dan kau tahu, kau lahir karena jasa salah satu dari lima pemuda yang memperkosa ibumu! Kau tak berguna Rosseau!”
Pintu diketuk. Seorang wanita bertanya apa yang terjadi di dalam. Aku gugup, kemudian membuka pintu sedikit dan berkata bahwa kami sedang menonton film. Wanita itu tak percaya, tentu saja. Aku sungguh bodoh, karena memang tak dapat berpikir jernih. Apa lagi jawaban yang dapat kukatakan?
“ Lima menit lagi kami akan keluar, aku janji.”
“ Tidak, aku harus lihat apa yang terjadi di dalam!”
“ Tidak bisa! Ini rahasia penting!”
“ Aku tidak peduli!”
“ Ibumu adalah pelacur yang terkutuk Rosseau!”
Dan wanita tersebut mendobrak masuk saat Vecchio meneriakkan kata-kata terakhirnya. Sezquall kehilangan kesabarannya, dan, dengan pisau kecil pemberian Fort, ia menusuk leher Vecchio hingga tewas. Perempuan itu berteriak keras, dan aku terkejut.
“ Bodoh! Mengapa kau membunuhnya?!” teriakku, berang. Kami sudah tak punya pilihan, terpojok, tak mungkin melawan lima puluh orang dengan hanya dua orang. Butuh keajaiban untuk melakukannya, dan, aku tahu pasti keajaiban tidak datang hari ini.
“ Rosseau!” bentak salah satu dari polisi bernama Fou yang kuketahui dari name tagnya. Ia melanjutkan, tak merendahkan suaranya,” Apa yang baru saja kau lakukan?”
“ Dia anggota Yajedan!” seru Sezquall. Mereka tertawa. Tentu saja, pikirku. Yang mereka pahami tentang Yajedan adalah, bahwa mereka adalah suku pedalaman yang sudah membeku.
“ Tangkap mereka!”
Kami melompat keluar jendela, sesuai rencana, dengan naluri kami sendiri. Aku berhasil mendarat dengan sempurna. Untunglah, dan Sezquall juga. Kami berlari ke arah basement, dan banyak polisi yang mengejar kami. Mereka berteriak-teriak pada kami untuk berhenti, atau kami akan ditembak. Tapi kami tak peduli, dan terus berlari.
Semuanya terasa begitu cepat, karenanya aku tak sadar bahwa aku sudah berada di mobil lagi, dan Sezquall menginjak gas kencang sekali dalam gigi satu, membuatku terlonjak dan terdorong ke belakang.
Sezquall menabraki beberapa mobil yang parkir, dan hampir saja menabrak tiga polisi yang menodongkan senjatanya di depan mobil Sezquall. Aku merasa kami berhasil lolos setelah keluar dari basement dan melaju cukup jauh dari kantor polisi. Tapi aku melupakan satu hal, ini polisi yang kami hadapi. Mereka punya mobil polisi dan komunikasi yang cukup baik.
“ Ada ide, Arus?” tanya Sezquall, saat kami berbelok ke dekat pohon seribu tahun.
“ Apa?! Ini mobilmu, ini semua salahmu, dan kau yang mengendarai! Semuanya terserah dan tergantung padamu!”
“ Ah, jangan begitu Arus.” Sezquall melirik ke spionnya dan mendapati tiga mobil polisi mengejar kami dengan suaranya yang keras.” Cepat! Kita akan tertangkap kalau begini terus!”
“ Bagaimana aku bisa berpikir kalau kau mengemudi seperti orang mabuk seperti itu?”
“ Jika aku tidak berkendara seperti orang mabuk, kita pasti berakhir di penjara! Cepat!”
Kenapa aku terjebak dalam situasi seperti ini? Aku benar-benar tak tahu. Jika kami turun, maka mereka akan lebih mudah mengejar kami. Jika kami terus maju, lambat laun mereka akan menghubungi rekan mereka dan mencegat kami di suatu tempat. Mungkin takkan mereka kejar jika kami sudah mati. Tapi bagaimana caranya berpura-pura mati?
“ Kita tidak usah berpura-pura mati, Arus.” Komentar Sezquall saat kuutarakan pikiranku.” Kita cukup membuat sebuah kecelakaan yang menyebabkan mayat pun hilang.”
“ Dan itu adalah?”
“ Ledakan.”
“ Kau jenius, Sezquall! Dan kita akan meledakkan diri kita sendiri! Ah! Temanku memang hebat!”
Sezquall membanting setir sambil mendengus.” Tidak, bodoh. Kita akan membuat situasi dimana mobilku meledak dan mayat kita hilang, padahal kita kabur.”
Sezquall berkata akan melemparkan mobilnya jurang, dan aku harus melemparkan diriku keluar setelah mobil jatuh dan sebelum mobil meledak. Itu akan membuatku tak terlihat. Gila! Itu kataku. Tapi Sezquall tak mau tahu. Kalau tidak, ia menyuruhku untuk diam dan benar-benar tewas.
“ Tapi…” bantahku, namun mulut jurang sudah menganga di depan sana.
“ Tak ada waktu Arus!”
Dia gila. Sezquall gila. Sezquall Rosseau gila. DETEKTIF SEZQUALL ROSSEAU GILA! Aku merasa tubuhku tiba-tiba ringan. Dan mobil tiba-tiba bermanuver ke bawah. Aku tegang setengah mati hingga tak dapat bernapas. Kami terguncang-guncang sebelum Sezquall melihat tanah yang cukup landai untuk kami mendarat. Dan, cukup landai disini sebenarnya sangat curam. Namun, tetap saja ia berteriak padaku untuk keluar. Aku keluar, dan berguling-guling sedemikian dahsyatnya hingga dunia rasanya dilanda gempa super besar. Akhirnya aku ditangkap Sezquall yang berpegangan pada sebuah dahan pohon. Dari sana, tergantung-gantung, kami melihat mobil yang baru saja kami gunakan meledak di bawah sana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar