Jumat, 09 Juli 2010

LIMA

Mungkin aku kelewatan, tapi memang benar-benar tak ada jalan lain. Satu-satunya jalan untuk membawa Red pada Sezquall tanpa diketahui orang lain adalah mengikat tangan dan kakinya, menutup mata dan menyumpal mulutnya, kemudian memasukkannya ke dalam karung yang kutemukan di dalam gudang. Kemudian aku membawanya keluar. Untunglah lorong-lorong apartemen sepi sekali, karena memang sudah tengah malam. Aku turun ke basement, kemudian memasukkan Red ke dalam mobil, di jok mobil.
Sementara aku mengemudi, suara Red yang tersumpal buah apel kecil terdengar dan karungnya bergerak-gerak.
“ Diam.” Bentakku.” Jangan banyak bergerak atau kutembak kau.”
Red mengatakan sesuatu, tapi aku tak bisa mendengarnya.
Sekitar jam dua dini hari aku sampai di motel. Fallacia tertidur di meja resepsionisnya dengan sebuah buku berjudul, “ Dalam keheningan musim gugur’ tergeletak di sana. Aku tersenyum, kemudian membawa Red ke kamar.
“ Sezquall!” teriakku.” Buka!”
Pintu terbuka, dan Sezquall mengerutkan keningnya.” Apa itu?”
Ia kelihatannya tidak tidur, dari matanya yang masih segar dan rambutnya yang masih rapi.
“ Ini asset kita.”
Aku cepat-cepat menutup pintu, kemudian menaruh karung di karpet. Setelah seluruh ikatan dibuka, kecuali ikatan di kaki dan tangan Red, Sezquall berkata,” Ah! Kau. Ternyata dugaanku tepat.”
“ Tidak juga, detektif.” Red terengah, pucat karena kehilangan banyak darah.” Aku tidak terlibat.”
“ Tapi kau anggota Yajedan, artinya kau terlibat.” Sezquall menarik kursi dan duduk, sementara aku menutup luka Red agar darahnya tidak membasahi karpet.
“ Nah,” Sezquall kemudian menarik napas, kemudian melanjutkan,” Kita mulai.”

****

Aku tidak begitu mengerti apa yang dilakukan Sezquall untuk membuat Red bicara. Aku baru saja keluar untuk membuang sampah di bawah, kemudian saat kembali Red sudah terdiam, hendak berbicara.
“ Aku…” Red tergagap.” Aku tidak tahu, aku bergabung dengan Yajedan karena berpikir misi mereka benar, tetapi setelah aku mengetahui cara mereka…”
“ Sudah jangan banyak basa-basi! Atau kau akan kehilangan satu matamu. Semakin lama kau bicara artinya semakin lama kau hidup.”
Red terlihat ragu sekali. Aku melihat ia mengalihkan pandangannya padaku, kemudian pada Sezquall lagi. Aku tak pernah menyangka ia akan bicara secepat ini.
“ Kami…eh…kami adalah organisasi yang dibentuk lima ratus tahun yang lalu. Dulu, ada seorang pengkhianat yang membocorkan rencana kami dengan selembar puisi sial. Itu adalah puisi yang dipegang Amanda. Waktu itu pemimpin kami pertama dieksekusi mati karena dianggap ancaman.”
Red berdehem sejenak, kemudian melanjutkan.
“ Organisasi kami bertahan, meski hampir punah selama lima ratus tahun berikutnya. Kami merencanakan segalanya dengan rinci, hingga sekarang, saat Signorino menjadi pemimpin kami yang baru, kami mulai bergerak.
“ Pertama, kami membungkam ilmuwan dunia saat zaman es sudah berlangsung. Kami berhasil, dan saat itu kami sudah terpencar di penjuru dunia. Suatu saat, aku mendengar bahwa pulau kami terisolasi, padahal itu satu-satunya markas yang kami miliki. Kupikir kami tamat sudah, ternyata itu adalah sebuah pengalihan perhatian agar kami tidak dicurigai. Aku cukup lega, dan mulai bergerak lagi. Kami mencegah satelit mendeteksi keberadaan pulau kami dengan merusak sistemnya.
“ Dan, muncul kabar bahwa Tuan Slittering mengetahui kebenaran dan sedang berusaha memperkenalkan usaha kami, yang ia sebut sebagai kejahatan, kepada dunia. Kebetulan aku sedang bekerja di tempatnya, dan ditugaskan untuk membunuhnya. Aku menolak, mulai muak dengan cara Yajedan bekerja. Mereka bilang tidak apa-apa. Aku berusaha keluar dari organisasi ini, tapi tak mungkin karena resikonya aku kehilangan keluargaku yang tinggal di Pulau Yajedan.
“ Saat itu, saat Rosseau mencurigaiku, kuceritakan pada Signorino dan ia memberikan sebuah foto dan berkata padaku bahwa itu bisa menyelamatkanku. Aku terima saja, dan memang benar itu menyelamatkanku.
Kami terdiam sejenak. Ini menjelaskan semuanya, ya, namun segalanya di masa lalu. Bagaimana kami bisa menjelaskan apa yang akan terjadi nanti?
“ Mereka menciptakan mesin itu, dan sebuah chip yang akhirnya dicuri. Karenanya, kami tak dapat mengontrol mesin. Inilah hasilnya. Jika chip itu diletakkan di mesin, dan dioperasikan, maka Yajedan akan lebih berkuasa lagi. Namun, dengan itu juga, mesin bisa dihentikan, dan, secara permanen dihancurkan.”
“ Dan dimana mesin itu?” tanyaku.
“ Mesin itu.. ada di Pulau Yajedan. Tapi jangan harap bisa mencapainya dengan mudah. Lautan sekitarnya membeku, terlalu keras untuk dilewati kapal namun terlalu lemah untuk dipijak. Lewat udara mungkin bisa, jika kalian menggunakan Trike agar tak mudah dideteksi radar. Namun, jarak Pulau Yajedan dari landasan terdekat sekitar lima ratus kilometer. Kau bisa terbang ke sana, jika tidak membeku di udara. Dan Signorino…”
“ Tunggu, Red, sebenarnya siapa Signorino itu?” tanya Sezquall, seraya membetulkan duduknya.
“ Ah? Dia…” Red berdehem.” Dia…” Sekali lagi Red berdehem.” Namanya…”
“ Siapa?!” Sezquall menggebrak meja.
Red menghela napas, kemudian berkata,” Herris Maele.”
Aku tersentak, bumi seakan kehilangan gravitasinya saat aku mendengarnya. Dia! Herris Maele! Dia supir taksi yang mengantarku ke rumah Fort! Sementara aku berpikir, Red melanjutkan.
“ Ajarannya begini..” Red berdehem lagi.” Manusia sudah terlalu buruk untuk diperbaiki. Kita harus menyusun hidup baru. Dan, layaknya sebuah permainan, jika hendak menyusun yang baru, kita harus menyingkirkan hidup yang lama.”
“ Jadi…” Sezquall terdiam.” Jadi ia berniat menghabisi umat manusia?”
“ Begitulah, dengan menyisakan Yajedan, dan dengan pengikutnya, ia akan mulai hidup baru.”
“ Bah!” Sezquall mendengus.” Impian macam apa itu. Dasar bodoh, apa ia pikir ini semacam cerita fantasi? Apa dia bodoh?”
Red terdiam. Ia menunduk, kemudian mengatakan bahwa ia mungkin akan dibunuh jika ditemukan. Sezquall bilang bahwa kami akan melindunginya sebisa kami, dan, dengan itu, ia harus menjadi mata-mata kami.
“ Mata-mata?”
“ Ya.” Sezquall tersenyum licik.” Kau harus memberikan informasi tentang Yajedan pada kami. Lakukan tiap minggu.”
Red terlihat gugup, namun akhirnya mengangguk pelan,” Akan kuusahakan.”

Senin, 05 Juli 2010

EMPAT

Aku dan Sezquall mulai berdiskusi langkah selanjutnya saat seminggu sudah lewat di motel. Kami harus menaruh chip ini di suatu tempat, ya, tapi aku tak tahu agar apa. Kupikir, mengapa tidak dihancurkan saja jika memang Yajedan dapat menggunakannya untuk mengatur cuaca lebih leluasa lagi. Tapi Sezquall tidak sependapat denganku, katanya mungkin chip itu dapat digunakan untuk menghentikan zaman es ini. Mungkin Yajedan kehilangan kendali atas alat mereka, dan mereka membutuhkan chip ini.
Sementara itulah asumsi kami. Namun sekarang, permasalahannya adalah dimana kami harus meletakkan chip tersebut. Ada kemungkinan mesin yang dimaksud Tuan Slitttering ada di Pulau Yajedan itu sendiri. Atau mungkin disembunyikan di suatu tempat. Kami tidak bisa yakin.
“ Ini saatnya kita butuh sandera.” Ujarku.” Dan Vecchio malah kau bunuh. Sekarang kita dianggap buronan.”
Sezquall mendengus.
“ Kita harus mencari sandera lain. Apa kau punya ide? Mungkin siapapun yang bisa kita tanya?”
Sezquall terdiam, kelihatannya berpikir. Namun hasilnya nihil. Kami belum bertemu satu anggota Yajedan pun dalam satu minggu ini.
Namun, bak disambar petir, aku teringat akan Red. Aku belum bertemu dengannya selama berhari-hari! Aku khawatir. Dia teman baikku. Yajedan mungkin mencarinya.
“ Aku harus menemuinya, Sezquall.” Bisikku, karena kami memang sedang duduk di lobi. Aku takut Fallacia mendengar.
“ Menemuinya? Kau gila? Kita tak bisa ke kota sekarang, Arus! Kita buronan!”
“ Topi ini? Mungkin saat baginya untuk beraksi.” Aku menunjuk topi Prancisku.
“ Memangnya apa yang kau khawatirkan?”
Dia sahabat baikku! Ya! Kujelaskan pada Sezquall. Kuharap dia tidak disandera. Jika ya, aku harus menyelamatkannya. Jika tidak, setidaknya aku harus memperingatkannya. Sezquall akhirnya memandangku dengan serius, dan, setelah menghela napas, ia berkata:
“ Baiklah. Berjanjilah untuk tidak tertangkap.” Katanya, melemparkan kunci mobilnya padaku.
“ Aku janji.”
Aku beranjak bangun dari sofa, dan, sebelum itu aku keluar, aku memandangi Fallacia. Entah kenapa, itu semua terjadi begitu saja.
“ Ada apa, Arus?” tanyanya, memiringkan kepala.
“ Tidak, tidak. Aku pergi dulu, Fallacia.” Aku menggeleng, kemudian mengendarai mobil sedan Sezquall.
Sepanjang perjalanan aku tegang. Bagaimana tidak! Red mungkin sedang disandera sekarang. Aku tak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Terutama aku tak pernah mengendarai mobil dengan kecepatan seratus dua puluh kilometer per jam. Mungkin ini gila, tapi terkadang gila itu dibutuhkan.
Aku memakai topi Prancisku saat memarkirkan mobilku di depan apartemenku. Malam sudah menyelimuti bumi saat aku turun. Red pasti sudah pulang. Aku tahu pasti itu. Sekarang sudah jam sepuluh, ya, kira-kira jam sepuluh. Sementara aku memegangi pistol berperedamku di balik mantel, takut ada yang mengenaliku, aku menekan tombol lift.
“ Red! Red!” aku mengetuk pintu kamar Red dengan keras.” Hei! Kau di dalam?”
Red membuka pintunya, dan, seketika aku masuk bahkan sebelum dipersilahkan. Aku menutup pintu kamar apartemennya dan melepaskan topiku.
“ Arus!” Red merentangkan tangannya.” Kawan! Apa kabar? Dari mana saja kau hari-hari ini?”
“ Aku punya banyak urusan, Red.” Aku menghela napas, masih memegangi pistolku.” Dengar, apa kau kedatangan tamu tak diundang akhir-akhir ini?”
“ Kau!”
“ Aku serius! Maksudku, ada yang mengancammu dan semancamnya? Tidak?”
“ Tidak.”
“ Bagus, nah, ada yang hendak kuperingatkan. Ada sebuah organisasi yang berbahaya mereka….” Aku berhenti bicara, tiba-tiba terlintas satu pikiran gila.” Red, dimana dompetmu?”
“ Ini.” Red mengeluarkan dompetnya dan memperlihatkannya padaku.” Ada apa sebenarnya? Kau aneh sekali.”
“ Boleh kulihat?”
“ Untuk apa?”
“ Cepat berikan!” Aku menyambar dompet Red, kemudian melihat kartu tanda penduduknya. Dan, jantungku mencelos. Sebuah bintang merah tercetak di bawah kiri kartu itu. Red anggota Yajedan! Tidak bisa dipercaya.
Tapi aku cepat menguasai diri, seketika aku menarik pistolku dan menodongkannya ke arah Red. Namun ia ternyata tak kalah cepat, dalam waktu bersamaan ia menodongkan pistolnya.
“ Red! Jatuhkan senjatamu!” teriakku. Tak masalah, ruangan ini kedap suara.
“ Arus, tunggu, ada apa denganmu.”
“ Kau anggota Yajedan! Kau… kau, ternyata kau selama ini mengetahui tentang zaman es ini, pembunuhan Tuan Slittering, Amanda…”
“ Tunggu, jangan-jangan kau, kau orang yang kami cari selama ini. Kau yang Signorino katakan.”
Signorino? Itu pasti Tuannya.
“ Siapa Signorino? Siapa katakan!”
“ Diam!” sahut Red.” Aku tak mau membunuhmu, Arus. Kita sudah berteman sejak lama. Pergilah! Dan aku akan pura-pura tak tahu…”
“ Tak bisa!” Potongku.” Kau, kau harus sadar, Red! Yajedan bukan jalan yang benar.”
“ Misi kami menyatukan umat manusia, Arus. Aku berada di jalan yang benar. “
Kami masih saling menodong selama dua menit. Hingga Red berkata tidak ingin membunuhku, dan sekali lagi, menyuruhku pergi.
“ Atau aku yang pergi!”
“ Jangan coba-coba untuk…”
Red berlari, berusaha menggapai jendela. Namun aku sudah menarik pelatuk pistolku, dan peluru itu menembus tangannya hingga pistolnya terjatuh. Ia terjerembab, kemudian kutembak lagi kaki kanannya.
“ Maaf, Red, ini yang terbaik.”

Sabtu, 03 Juli 2010

TIGA

Fort ternyata memang sudah menungguku di dalam rumahnya yang berantakan. Eliza ada disana, duduk dengan kaki merapat. Ia melihatku dan tersenyum letih. Kutanyakan pada Fort dimana ia bertemu Eliza. Katanya di kantor, dan sepertinya aktivitas berjalan seperti biasa.
“ Mereka memang datang hari itu, Arus.” Tukas Eliza. Wajahnya terlihat letih sekali.” Mereka mengancam kami, dan membunuh dua orang. Mereka menyuruh kami mengatakan dimana ruangan Amanda.”
“ Dan kalian mengatakannya?” tebakku. Tentu saja. Kalau tidak, bagaimana mereka menemukan kami.
“ Ya, dua orang sudah cukup. Maaf, Arus.”
Aku mengangguk.
Eliza kemudian melanjutkan,” Mereka kemudian pergi satu jam kemudian. Mereka mengancam kami. Mereka katakan pada kami bahwa kami tak mendengar apa-apa, tidak melihat apa-apa, dan tidak mengenal mereka. Kami hanya bisa mengangguk. Dan, meski kami melakukan segalanya seperti biasa, kami tak dapat menyembunyikan rasa trauma kami.”
Aku menghela napas. Tak tahu harus bertanya dari mana. Akhirnya aku duduk, dan, sementara Fort menyeduh kopi, aku menceritakan semuanya pada Eliza. Dia terlihat kaget, mengetahui kebenaran yang memang aku sendiri pun sulit untuk percaya. Kuperlihatkan dokumen Tuan Slittering dan chipnya. Tampaknya ia tak tahu apa-apa, jadi, kelihatannya percuma membawa Eliza ke sini.
Kami duduk dalam diam, menyeruput kopi dari Fort. Tak tahu harus berkata apa, atau memperbincangkan apa. Fort kelihatannya ngantuk sekali, sedangkan Eliza terlihat berpikir dalam. Aku pun duduk, tak berpikir apa-apa. Hingga akhirnya telepon genggamku berbunyi. Dari Sezquall. Dia memberikan alamat motel yang ia temukan padaku.
“ Eliza, apa kau tahu hal lain tentang Yajedan?” tanyaku. Eliza hanya menggeleng dengan letih. Ia kemudian minta izin pulang jika tidak dibutuhkan.
“ Baiklah, tapi, aku minta tolong satu hal.” Kataku.” Kabarkan segalanya yang kau tahu di kantor, apapun itu. Aku harus tahu keadaan di kantor, dan,” aku menghela napas panjang, kemudian melanjutkan,” Jaga dirimu baik-baik.”
Eliza tersenyum sekali lagi, kemudian ia menyanggupi permintaanku. Dia akan mengabarkan lewat email, atau telepon. Akhirnya kami berpisah. Setelah berterima kasih pada Fort dan Eliza, aku memanggil taksi.
“ Arus.” Ujar Fort saat aku baru saja membuka pintu taksi.” Aku akan pergi keluar kota hari ini. Mungkin untuk sementara aku takkan dapat dihubungi, jadi, ya, jangan cari aku.”
Aku mengangguk, mengerti akan keadaan Fort. Dia sudah diincar Yajedan, sebuah organisasi yang menyusup di seluruh bagian kota. Tentu saja tidak mudah bertahan hidup di sini sekarang.
Selama perjalanan di taksi aku tertidur, lelah berpikir. Aku tak ingat apa-apa hingga supir membangunkanku, mengatakan padaku bahwa kami sudah sampai. Aku membayar, kemudian turun. Tempat itu memang benar-benar jauh dari kota. Motel itu terdapat di gunung, dan amat terpencil. Terlihat dari bahwa motel itu adalah satu-satunya bangunan di sekitar. Catnya berwarna coklat, dan bangunannya berbentuk U. Udaranya dingin sekali, mungkin sekitar -20 derajat. Aku masuk, dan melihat Sezquall duduk di lobi, sedang membaca koran.
“ Ah, Arus. Kabar apa yang kau dapat? Dan, dimana Eliza?”
“ Dia sama tidak tahu apa-apanya dengan seekor beruang dungu.” Aku melemparkan diri ke sofa di lobi juga, kemudian melanjutkan,” Ternyata dugaanmu tepat. Yajedan tidak membunuh atau pun menyandera kawan-kawan di kantor.”
Sezquall tersenyum bangga.
Kami tidak banyak berdiskusi setelah itu, hanya duduk di lobi hingga malam turun, dan mata kami mulai meruyup diserang kantuk. Kami pergi keatas, kemudian memasuki kamar. Kamar itu kecil, namun cukup nyaman. Dengan dua buah kasur besar yang saling berhadapan, sebuah kamar mandi kecil yang sedikit kotor, dan sebuah kulkas di samping jendela besar. Aku langsung tertidur begitu melemparkan diri ke kasur, namun Sezquall tidak. Dia mengeluarkan sebuah laptop dari tasnya, kemudian berkata bahwa ia hendak mencari berita terbaru.
“ Terserahlah, selamat malam.” Tukasku, jengkel tanpa sebab. Mungkin karena terlalu lelah.
Dan aku terbangun esok paginya, masih mendapati Sezquall menggunakan laptopnya, masih terhubung ke internet.
“ Kau tidak tidur?” tanyaku sebelum menguap lebar.
“ Tentu saja tidur. Mana kuat aku tak tidur semalaman.”
Benarkah? Dia tidak terlihat tidur. Ah, sudahlah. Itu urusannya.
Selama seminggu kami tinggal di motel itu. Sezquall seringkali menghubungi Elena. Aku tak banyak bicara dalam satu minggu itu, juga hampir tak melakukan apa-apa. Tak berani keluar, karena selain takut ditemukan, juga takut kehilangan arah. Selain terpencil, motel ini juga kelihatannya amat sepi pengunjung. Terlihat dari resepsionisnya yang adalah sang pemiliknya sendiri. Aku terkadang mengobrol dengannya. Namanya Fallacia Ersi. Dia seorang wanita dua puluh lima tahun yang cantik. Namun wajahnya kelihatan sedih selalu. Namun ia kelihatan cukup ceria jika kuajak bicara. Rambutnya coklat panjang, tipis, dan lembut. Seringkali rambutnya diikat. Ia jarang memakai mantel, karena di dalam motel memang hangat. Kulitnya putih, dan kalau kedinginan pipinya memerah.
“ Mengapa kau membangun penginapan disini kalau begitu?” tanyaku pada Fallacia suatu hari saat kami sedang mengobrol.
“ Ini warisan dari ibuku. Dia memberikan penginapan ini saat dia meninggal. Ini satu-satunya yang kumiliki.
“ Ah, begitu.” Kataku.
“ Yah, sulit memang.” Kata Fallacia.” Minggu ini saja hanya dua kamar yang terisi. Tidak mahal memang, satu malamnya. Namun fasilitas dan sulitnya tempat ini dijangkau membuat orang enggan datang. Saluran televisi saja jelek sekali. Radio juga.”
“ Tidak usah bersedih seperti itu!” hiburku.” Suatu saat pasti tempat ini maju.”
“ Kau pikir begitu?” Fallacia terlihat senang.
“ Ya, tak mungkin bukan sesuatu atau seseorang terpuruk selamanya.”
“ Benar.” Fallacia tersenyum.” Kau benar, Arus.”
Orangtuanya sudah meninggal. Dia benar-benar sendirian. Dia anak tunggal. Keluarga dari ibunya tidak terlalu memperhatikannya. Keluarga dari ayahnya masih kadang menjenguknya. Meski itu tak mengubah apapun.
Selain mengobrol dengan Fallacia aku hampir tak memiliki aktivitas lain. Terkadang aku membaca buku yang ada di lobi. Buku-buku lama yang sudah kuning, atau membaca koran.
Satu keluarga lagi menempati satu kamar di seberang kamarku. Keluarga itu terdiri dari satu anak, satu ibu dan satu ayah. Mereka hanya bertiga, dan kelihatannya sangat menikmati liburan mereka di motel terpencil ini. Aku tidak kenal dengan ibu dan anak perempuan mereka yang masih kecil, namun aku kadang mengobrol dengan ayah mereka. Dimitri, itu namanya. Dia tinggi sekali, mungkin sekepala lebih tinggi dariku. Ia senang memakai mantel, dan selalu kelihatan senang. Dimitri juga dapat dengan mudah menularkan kesenangannya pada orang lain. Aku bingung, bagaimana ia dapat senang berlibur di motel kecil seperti ini. Mungkin ia bisa, tapi keluarganya?
“ Itu memang suatu tantangan tersendiri bagiku.” Kata Dimitri, tertawa.” Kami bukan keluarga kaya, dan kami pekerja keras. Aku seorang buruh pabrik, dan anakku harus belajar giat agar mendapatkan beasiswa dan tetap sekolah. Kami butuh liburan, setidaknya keluar dari rumah.”
Aku ikut tertawa, bangga akan usahanya. Kulihat ia menikmati hidupnya meski mungkin serba kekurangan.
Aku sudah melihat seluruh kartu tanda penduduk semua orang disini, dan, seperti yang kuharapkan, tidak ada orang Yajedan disini. Namun terkadang aku berpikir, bagaimana jika salah seorang dari mereka memang tak memiliki cap bintang merah di bawah kiri kartu tanda penduduk mereka? Maksudku, bukannya tidak mungkin Yajedan sengaja tidak menaruh bintang tersebut agar orang itu tidak diketahui sebagai anggota Yajedan. Aku sempat mengirim email pada Aruna soal ini, dan ia jawab singkat:
“ Arus, tidak perlu khawatir soal itu. Yajedan sudah mirip dengan sebuah agama sekarang. Penempatan bintang itu sudah layaknya ibadah bagi mereka, dan, jika tidak, itu merupakan sebuah penghinaan seumur hidup.”
Benarkah? Aku tetap tidak yakin. Walau sejauh ini aku belum pernah bertemu anggota Yajedan tanpa bintang itu di kartu tanda pengenal mereka. Sudahlah, mungkin tak perlu kupikirkan tentang itu. Aruna juga mengatakan tidak akan membuka internet selama sebulan ini, jadi jangan kontak dia. Soal chip itu, dia juga tidak tahu karena belum pernah diceritakan oleh Tuan Slittering.
Yah, mungkin kami akan tertahan disini beberapa hari lagi.

Jumat, 02 Juli 2010

DUA

Para polisi yang mengejar kami benar-benar dibodohi hari itu. Aku senang aku berhasil lolos, dan Sezquall bangga karena idenya. Sudah kukatakan berkali-kali ia gila, dan jangan coba-coba melakukan itu lagi.
“ Lho? Buktinya kita selamat kan? Sudahlah Arus. Jangan dipermasalahkan lagi.” Begitu selalu jawabnya.
Kami cepat-cepat pergi dari tempat itu saat polisi berdiskusi untuk memeriksa mobil Sezquall. Di bawah hutan, dan, hari itu tidak turun salju. Suhunya sedikit diatas titik beku walaupun kurang hangat bagi pepohonan untuk menumbuhkan daunnya kembali. Setidaknya kami tidak terlalu terlihat diantara coklatnya pepohonan kering di sana. Sezquall memutuskan untuk mencari motel di pinggir kota karena mau tak mau, kami harus akui bahwa kami sekarang adalah buronan polisi.
Aku benar-benar berat menerima semua ini. Aku tidak pernah membayangkan akan terlibat dalam masalah sebesar dan sepelik ini. Aku tak tahu harus mengatakan apa di depan polisi yang tak tahu apa-apa. Bahkan, jika kuperlihatkan dokumen Tuan Slittering yang penuh teka-teki itu dan takkan mungkin dimengerti mereka pun, belum tentu dapat menyelamatkanku. Apalagi menunjukkan chip yang entah apa kegunaannya.
“ Sekarang dari sini kita naik apa?” tanyaku saat keluar dari toko topi. Aku membeli topi Prancis, sedangkan Sezquall membeli sebuah sombrero seperti seorang koboi. Kami memutuskan untuk membeli topi karena menurut Sezquall itu adalah aksesoris wajib seorang buronan.
“ Tapi kita bukan buronan!” bantahku.
“ Setidaknya polisi mengira kita buronan.”
Sezquall memutuskan untuk naik taksi saja, dan, terpisah. Dia akan mencari motel dan aku disuruhnya menemui Fort dan membawa Eliza. Ya, aku tidak bisa menolak. Karena hanya aku yang tahu apa benar yang dibawa Fort itu Eliza. Jika ternyata salah, dan yang dibawanya anggota Yajedan, kami bisa kerepotan.
“ Semoga beruntung, Arus.” Kata Sezquall, saat aku menaiki taksi.” Dan, jangan sampai kehilangan teleponmu. Aku akan mengirim alamat motelnya.”
Aku mengangguk, tanda mengerti.
Dan sementara aku melihat keluar jendela saat taksi melaju. Sezquall memberhentikan taksi hitam dan juga melaju, menuju tujuan kami masing-masianng. Supir taksiku memakai jas hitam dan topi pelaut. Kumisnya besar dan tebal, berwarna putih. Ia tersenyum padaku, kemudian memperkenalkan dirinya.
“ Aku Herris Herold.” Ia menunjuk ke tanda pengenal yang ditempel di depan setirnya.” Ke mana Tuan?”
Aku menyebutkan alamat Fort.
“ Baiklah, Tuan. Jika ada masalah, hubungi kantor kami. Nomor teleponnya tertera di depan sana.”
Aku tersenyum.” Baik. Kuharap tak ada masalah.”
“ Kuharap juga begitu.”
Aku tak menjawab lagi. Siapa tahu dia mengenaliku, siapa tahu dia mata-mata polisi, atau jangan-jangan anggota Yajedan. Aku menghindari pembicaraan yang terlalu lama, tapi kelihatannya ia malah mengajakku bicara.
“ Tuan, bagaimana kabar Tuan?”
Aku mengangkat alis, bingung dengan pertanyaan Herris.
“ Baik, kurasa.”
“ Benarkah?” Tanya Herris. Suaranya berat namun terdengar penuh wibawa.
“ Ya.”
“ Tuan tahu bukan? Banyak orang yang mengatakan ‘baik’ bahkan sebelum ia ingat bagaimana kehidupannya akhir-akhir ini.”
“ Itu sudah jadi kebiasaan. ‘Baik’ memang sudah jadi jawaban dari ‘ apa kabar’.” Jawabku, cukup tertarik dengan topik yang diusung Herris.
“ Ya. Kurasa itu bukan kebiasaan yang baik. Mau tak mau orang harus menerima nasibnya, baik atau buruk.” Herris tersenyum padaku.
“ Ah, itu sulit.” Kataku.” Kau tahu kan, kebiasaan itu sangat sulit diubah.”
“ Dan kebiasaan manusia saat ini buruk sekali.” Herris terdengar marah, namun saat kulihat wajahnya ia masih tersenyum.
“ Buruk dalam arti?” tanyaku. Mulai berpikir pembicaraan ini takkan berakhir baik.
“ Macam-macam. Tuan sendiri tahu bukan? Kebiasaan buruk itu sulit diubah. Alangkah baiknya jika manusia mulai lagi dari awal.”
“ Dari awal?”
“ Ya. Seperti jika kita memainkan permainan monopoli. Jika kita merasa sudah takkan bisa menang, maka kita lebih baik memilih opsi memulai permainan baru. Atau dikenal sebagai New Game. Bukannya tidak mungkin manusia juga dapat memulai hidup baru? New Life?”
“ Caranya?”
“ Jika kita memulai permainan baru, maka kita…” Herris berdehem, kemudian melanjutkan dengan suara yang lebih berat dan pelan.” Kita menyingkirkan permainan yang lama. Nah, sudah sampai Tuan. Saya berterima kasih atas percakapannya yang menyenangkan.”
Aku membayar Herris, kemudian keluar dari taksi dengan bingung. Apa maksudnya? Dari yang kutangkap, ia berusaha mengubah sesuatu. Tapi apa itu? Dalam pembicaraannya ia sering sekali memakai perumpamaan. Apa mengubah kebiasaan manusia juga perumpamaan? Ataukah itu justru inti dari seluruh pembicaraan kami? Ah, untuk apa aku memikirkan hal seperti itu. Itu bukan urusanku. Dan setelah Herris membawa taksinya hilang dari pandanganku, aku memasuki rumah Fort.

SATU

Aku tinggal selama seminggu di rumah Sezquall, tak berani pulang karena takut akan ada orang Yajedan yang mencariku. Selama seminggu memang kami hidup cukup damai, walau tetap was-was saat keluar. Namun lebih dari itu, kami merasa bahwa keberadaan kami yang terlalu lama di suatu tempat akan membahayakan. Terutama disaitna ada Elena.
Kami sempat berbincang tentang keheranan masing-masing tentang mesin yang diciptakan Yajedan ini. Mereka, menurut Eliza, terisolasi. Karenanya alangkah tak mungkin mereka membuat mesin yang sebegitu canggihnya, hingga dapat membuat zaman es yang sebegini mengerikan. Itu jika menurut logika, bengitu kata Sezquall. Bagaimana jika semua ini ternyata diluar logika!
Kami mengasumsikan bahwa mereka memiliki markas besar di suatu tempat. Dokumen Tuan Slittering yang mengatakan bahwa mereka membuat dunia mengira mereka terisolasi tidak menyebutkan tentang markas besar mereka, dan itu membuat kami menebak-nebak tanpa hasil yang pasti. Ada ribuan tempat yang mungkin mereka gunakan, bahkan mungkin jutaan, yang ada di dunia ini. Mana yang harus kami percayai?
Begitulah, seminggu yang penuh pertanyaan. Pertanyaan yang semakin lama semakin banyak tanpa jawaban yang muncul ke permukaan. Dari sana kami berpikir lebih baik untuk bergerak. Walau agak berbahaya, tapi tak ada pilihan lain. Kami tak bisa pergi begitu saja dari kasus ini. Ini akan menyingkap kebenaran. Ini akan memperbaiki hidup kami.
Aku dan Sezquall akhirnya memutuskan untuk membersihkan kepolisian terlebih dahulu. Dan, sementara itu, Sezquall akan menghubungi teman baiknya, Fort, untuk membantu kami untuk mencari Eliza. Sezquall bilang bahwa orang-orang Yajedan takkan mungkin menawan orang-orang di kantor, karena akan sangat merepotkan. Mereka juga takkan membunuh mereka semua, karena dengan itu operasi mereka akan sangat transparan.
Kami harus pergi, itu kenyataannya. Dan kehidupan wartawanku sekarang berubah drastis. Namun, kupikir ini semua akan berakhir cepat. Kuharap, ‘mungkin’ sepertinya kata yang lebih tepat.
“ Apa kalian yakin akan pergi secepat ini?” tanya Elena, saat kami sudah bersiap-siap dengan persediaan makanan dan pakaian.” Tinggalah setidaknya semalam lagi.”
“ Tidak bisa, maaf Elena.” Kata Sezquall.” Kami harus pergi secepatnya. Seminggu sudah terlewat lama, mungkin kami sudah terlambat. Ingat, kalau ada yang datang dan kau tidak mengenalnya, lihat kartu tanda penduduknya, kemudian jika ada sebuah bintang merah di bawah kirinya, tutup pintu dan lari secepatnya lewat pintu belakang!”
“ Aku mengerti.” Elena mengangguk, dan setelah itu, kami hanya dapat mengawasinya dari kaca spion mobil yang melaju, semakin lama semakin cepat.
“ Kita akan menemui Fort di rumahnya. Kita dapat mendapatkan peralatan disana.”
“ Peralatan?”
“ Kau tahu, pistol, pisau, peluru. Semua yang kita butuhkan.”
“ Apa kita benar-benar akan membawa pistol?”
“ Tentu saja! Apa kau berharap semua ini akan menjadi perjalanan penuh kedamaian?”
Selama satu setengah jam kami tidak berhenti. Dan sudah tiga kali Sezquall menelepon istrinya, menanyakan keadaan. Semua baik-baik saja, jawabannya selalu sama. Khawatir, aku tahu pasti itu.
Kami akhirnya sampai di rumah Fort di pinggir kota. Rumahnya benar-benar tak jelas. Arsitekturnya kacau-balau, meski sangat besar, tapi kelihatannya kecil. Sebenarnya rumahnya hanya ada dua tingkat, namun dua tingkat ia tambahkan sendiri dengan bahan kayu. Dan, dua tingkat terakhir tersebut amat sangat berantakan dan abstrak.
Dia sendiri, adalah seorang dengan umur lima puluhan. Janggut dan kumis putih kasarnya tumbuh liar, dan matanya sipit karena keriput. Penampilannya layaknya seorang koboi. Dengan topi, jas, dan celana jeans.
“ Salam kawanku!” sapa Fort, membentangkan kedua tangannya saat menyambut kami.
“ Ah, Fort. Sudah berapa tahun kita tak bertemu?”
“ Tiga tahun, Rosseau. Tiga tahun yang penuh misteri.”
Sezquall bertanya, apakah Fort dapat membantunya. Namun, alih-alih menjawab, kami disuruh masuk dan duduk. Kemudian disuguhkan teh hangat. Aku berkenalan dengannya, dan ia menjabat tanganku dengan sangat keras dengan tangannya yang kapalan.
“ Aku sudah tahu semuanya, Rosseau.” Ujarnya, saat Sezquall hendak bercerita.” Mereka sempat mendatangiku dan menawarkanku untuk masuk ke organisasinya. Mereka bilang aku asset penting, dan mereka menjelaskan seluruh rencana mereka padaku. Aku menolak. Bahahaha! Mereka bodoh sekali. Dan mereka mencoba membunuhku setelahnya.”
“ Bagaimana kau bisa lolos?” tanyaku, heran.
“ Tak mudah, Revoir. Tak mudah. Aku menghabiskan peluru revolverku, dan menggunakan lima klip senapan mesinku. Mereka semua tewas sebelum sempat menembak! Bahahahaha!”
Sezquall kemudian menceritakan maksud kami datang ke kediamannya. Ia menjelaskan semuanya, bahkan memperlihatkan dokumen dan chip dari Tuan Slittering.
“ Ini benar-benar serius.” Ujarnya, kemudian berdehem.” Kalian butuh senjata? Kalian datang ke tempat yang tepat!”
Sementara kami diajak ke tingkat keempat, Sezquall bercerita tentang tiga tahun terakhirnya. Dan bahwa kami sekarang menghadapi masalah serius. Hingga akhirnya ia meminta Fort untuk mencari Eliza.
“ Aku tidak dapat melakukannya.” Fort sekali lagi berdehem.” Lebih baik seseorang yang mengetahui wajahnya yang mencarinya. Jika aku bertanya, aku takut akan menarik perhatian. Yajedan mencariku,ingat?”
“ Arus, hanya kau yang mengenal Eliza.” Sezquall memandangiku.
“ Tidak, tidak. Aku tidak akan kembali ke sana. Mereka sudah mengenal wajahku, wajahmu juga, Sezquall. Siapa tahu ada Yajedan yang menjaga di sekitar kantor.”
Kami sampai di lantai empat. Bagian rumah yang paling dibanggakan oleh Fort. Ia mengajak kami melihat-lihat senjatanya yang dipajang di sekitar dinding, dan beberapa disimpan di peti. Sementara berkeliling, kami melanjutkan percakapan:
“ Arus benar.” Kata Sezquall.” Kami tak bisa kembali ke sana.”
“ Kalau begitu, Revoir. Apa kau punya foto Eliza ini?”
“ Tentu.” Aku mengambil telepon genggamku, mencari foto Eliza dan memperlihatkannya.
“ Hmmm…” Fort menyipitkan matanya yang sudah sipit.” Baiklah, akan kuusahakan. Tapi aku tak janji. Kupikir ada baiknya aku keluar sejenak. Sudah dua minggu aku tidak didatangi Yajedan lagi, mungkin mereka pikir aku hanya orangtua yang tak bisa apa-apa. Ada baiknya jika aku menghirup udara segar sekali lagi.”
Kami berterima kasih tepat saat kami memasuki sebuah ruangan kecil. Kecil, itu kesan pertamanya. Saat kau memasuki ruangan tersebut, ternyata ruangan itu panjang dengan sasaran tembak diujungnya. Fort membuka sebuah peti, kemudian mengambil dua buah pistol panjang dan memberikannya padaku dan Sezquall.
“ Itu pistol berperedam, dengan itu kau akan dapat menembak seseorang tanpa kepanikan. Sangat berguna.”
Kemudian ia tersenyum, dan kembali menghilang di balik peti. Tak lama, Fort keluar dengan dua buah pisau kecil.
“ Ini,” katanya, melemparkannya ke tembok dengan kecepatan luar biasa.” Meski kecil, dapat membunuh.”
Kami sekali lagi berterima kasih. Jam sudah menunjukkan setengah dua belas saat kami bersiap-siap untuk berpencar. Aku dan Sezquall akan ke kepolisian, mencari orang yang masih bisa dipercaya sementara Fort pergi mencari Eliza. Kami sempat menyusun rencana, meski akhirnya kami memutuskan untuk bertindak secara naluri.
Dalam perjalanan aku dan Sezquall menuju kantor polisi, kami sempat mendiskusikan tentang kira-kira siapa di kepolisian yang adalah anggota Yajedan. Aku berpendapat kepala polisi adalah orangnya, meski begitu Sezquall menganggap kepala polisi tidak mungkin anggota Yajedan. Jika bukan, kami akan sangat repot. Karena tidak mungkin mengecek kartu tanda penduduk tiap polisi.
Mobil diparkir di basement. Kami tidak langsung keluar, melainkan mengatur napas terlebih dahulu di dalam mobil, kemudian mengonfirmasi rencana.
Sezquall bilang untuk tidak membunuh siapapun yang anggota Yajedan. Setidaknya, harus ada satu orang yang kami sandera untuk sumber informasi. Aku bilang aku mengerti. Dan kami keluar dari mobil, masuk ke kantor polisi.
“ Ah, Rosseau.” El menyapa kami.” Sudah lama aku tidak melihatmu. Ke mana saja kau?”
“ Panggilan tugas, El. Ah, boleh kulihat dompetmu?” tanya Sezquall. Pertanyaannya memang terlalu terang-terangan, aku sadar. Namun, entah memang bodoh, atau El tak peduli, ia mengeluarkan dompetnya begitu saja dan memberikannya pada Sezquall.
Sezquall menggeleng padaku, kemudian mengembalikan dompet El. Ia berkata bahwa dompet kulitnya palsu, dan lebih baik diganti atau para wanita takkan mau mendekatinya. El kelihatan panik, kemudian mengangguk penuh semangat.
“ Dia memang agak idiot.” Bisik Sezquall padaku, menahan tawa.” Tapi dia bukan Yajedan.”
“ Kita cek kepala polisi.” Ujarku. “ Aky yakin dia tak seidiot El. Bagaimana kita mendapatkan dompetnya?”
“ Aku punya ide. Ikuti saja.”
Aku bingung, tapi tak sempat bertanya karena kami sudah masuk ke ruangan kepala polisi dan menutup pintu. Ia adalah orang berjas hitam dengan kepala yang dipenuhi rambut putih. Bekas janggut dan kumisnya terlihat jelas, namun wajahnya penuh wibawa. Ia memandangi kami, dan bertanya,” Rosseau! Ada apa ini?”
Sezquall tersenyum,” Temanku, dia agen dari bank Fedha, katanya jika Anda memiliki kartu kredit Fedha Anda akan mendapatkan sepuluh juta rupiah!”
Kepala polisi tampak curiga, karena ia memandangi kami dengan tatapan tajam. Aku tegang setengah mati, hingga rasanya hendak membawa Sezquall keluar dan memukul mulutnya. Namun kepala polisi mengangguk, dan menjawab bahwa, ya, ia punya kartu kredit Fedha.
“ Bisa kulihat?” tanyaku.
Kepala polisi mengangguk, kemudian mengambil dompetnya. Ya! Kami berhasil! Sezquall kau jenius! Tapi tunggu dulu, ternyata ia tidak memberikan dompetnya, melainkan mencabut kartu Fedha nya dan memperlihatkannya. Dompetnya ia pegang di tangan kirinya.
“ Dimana sepuluh jutaku?”
Sezquall berteriak, katanya ada tikus. Walau kulihat tak ada apa-apa. Ia menerjang kepala polisi dan mengambil dompetnya dan, dengan gaya tak sengaja, melemparkannya padaku.
Aku melihatnya, namanya Vecchio Astuzia. Dan, di bawah kiri kartu tanda penduduknya, kulihat sebuah bintang merah. Aku mengangguk pada Sezquall yang masih memegangi kerah Vecchio dan menduduki perutnya. Ia menyuruhku mengunci pintu dan segera kulakukan.
“ Ada apa ini, Rosseau? Kenapa kau menyerangku?”
“ Jangan pura-pura bodoh Vecchio! Aku tahu kau Yajedan!” bisik Sezquall.
“ Apa?”
“ Katakan, apa yang mau kau lakukan dengan chip ini?” Sezquall mengeluarkan chip dari Tuan Slittering. Vecchio terlihat kaget, namun tersenyum.
“ Kau sudah tahu rupanya. Menyedihkan. Tapi kami Yajedan akan menang. Dan, kau pikir aku akan bicara soal chip itu?”
“ Tentu saja. Arus, ambil sebuah pulpen.”
Aku mengangkat alis,” Pulpen? Apa yang mau kau lakukan dengan pulpen?”
“ Sebuah pulpen bisa menjadi senjata yang menyakitkan, kau tahu.” Kata Sezquall. “ Matamu akan hilang jika dalam satu menit kau tidak menjawab.”
Vecchio terlihat sangat gugup saat aku melemparkan sebuah pulpen pada Sezquall. Sezquall mengambil ancang-ancang untuk menusuk, kemudian menghitung. Aku ikut gugup, apa ia benar akan menusuk mata Vecchio? Ataukah itu hanya gertakan?
Dalam hitungan dua puluh Vecchio mulai mengoceh. Bahwa Sezquall tak pernah bekerja dengan baik. Bahwa ia menjadi detektif karena ayahnya yang miskin memaksanya. Bahwa ia seharusnya berterima kasih.
“ Dan ibumu.” Lanjut Vecchio.” Ibumu…”
“ Cukup!” Jerit Sezquall.
“ Dia tewas setelah melahirkanmu. Dan kau tahu, kau lahir karena jasa salah satu dari lima pemuda yang memperkosa ibumu! Kau tak berguna Rosseau!”
Pintu diketuk. Seorang wanita bertanya apa yang terjadi di dalam. Aku gugup, kemudian membuka pintu sedikit dan berkata bahwa kami sedang menonton film. Wanita itu tak percaya, tentu saja. Aku sungguh bodoh, karena memang tak dapat berpikir jernih. Apa lagi jawaban yang dapat kukatakan?
“ Lima menit lagi kami akan keluar, aku janji.”
“ Tidak, aku harus lihat apa yang terjadi di dalam!”
“ Tidak bisa! Ini rahasia penting!”
“ Aku tidak peduli!”
“ Ibumu adalah pelacur yang terkutuk Rosseau!”
Dan wanita tersebut mendobrak masuk saat Vecchio meneriakkan kata-kata terakhirnya. Sezquall kehilangan kesabarannya, dan, dengan pisau kecil pemberian Fort, ia menusuk leher Vecchio hingga tewas. Perempuan itu berteriak keras, dan aku terkejut.
“ Bodoh! Mengapa kau membunuhnya?!” teriakku, berang. Kami sudah tak punya pilihan, terpojok, tak mungkin melawan lima puluh orang dengan hanya dua orang. Butuh keajaiban untuk melakukannya, dan, aku tahu pasti keajaiban tidak datang hari ini.
“ Rosseau!” bentak salah satu dari polisi bernama Fou yang kuketahui dari name tagnya. Ia melanjutkan, tak merendahkan suaranya,” Apa yang baru saja kau lakukan?”
“ Dia anggota Yajedan!” seru Sezquall. Mereka tertawa. Tentu saja, pikirku. Yang mereka pahami tentang Yajedan adalah, bahwa mereka adalah suku pedalaman yang sudah membeku.
“ Tangkap mereka!”
Kami melompat keluar jendela, sesuai rencana, dengan naluri kami sendiri. Aku berhasil mendarat dengan sempurna. Untunglah, dan Sezquall juga. Kami berlari ke arah basement, dan banyak polisi yang mengejar kami. Mereka berteriak-teriak pada kami untuk berhenti, atau kami akan ditembak. Tapi kami tak peduli, dan terus berlari.
Semuanya terasa begitu cepat, karenanya aku tak sadar bahwa aku sudah berada di mobil lagi, dan Sezquall menginjak gas kencang sekali dalam gigi satu, membuatku terlonjak dan terdorong ke belakang.
Sezquall menabraki beberapa mobil yang parkir, dan hampir saja menabrak tiga polisi yang menodongkan senjatanya di depan mobil Sezquall. Aku merasa kami berhasil lolos setelah keluar dari basement dan melaju cukup jauh dari kantor polisi. Tapi aku melupakan satu hal, ini polisi yang kami hadapi. Mereka punya mobil polisi dan komunikasi yang cukup baik.
“ Ada ide, Arus?” tanya Sezquall, saat kami berbelok ke dekat pohon seribu tahun.
“ Apa?! Ini mobilmu, ini semua salahmu, dan kau yang mengendarai! Semuanya terserah dan tergantung padamu!”
“ Ah, jangan begitu Arus.” Sezquall melirik ke spionnya dan mendapati tiga mobil polisi mengejar kami dengan suaranya yang keras.” Cepat! Kita akan tertangkap kalau begini terus!”
“ Bagaimana aku bisa berpikir kalau kau mengemudi seperti orang mabuk seperti itu?”
“ Jika aku tidak berkendara seperti orang mabuk, kita pasti berakhir di penjara! Cepat!”
Kenapa aku terjebak dalam situasi seperti ini? Aku benar-benar tak tahu. Jika kami turun, maka mereka akan lebih mudah mengejar kami. Jika kami terus maju, lambat laun mereka akan menghubungi rekan mereka dan mencegat kami di suatu tempat. Mungkin takkan mereka kejar jika kami sudah mati. Tapi bagaimana caranya berpura-pura mati?
“ Kita tidak usah berpura-pura mati, Arus.” Komentar Sezquall saat kuutarakan pikiranku.” Kita cukup membuat sebuah kecelakaan yang menyebabkan mayat pun hilang.”
“ Dan itu adalah?”
“ Ledakan.”
“ Kau jenius, Sezquall! Dan kita akan meledakkan diri kita sendiri! Ah! Temanku memang hebat!”
Sezquall membanting setir sambil mendengus.” Tidak, bodoh. Kita akan membuat situasi dimana mobilku meledak dan mayat kita hilang, padahal kita kabur.”
Sezquall berkata akan melemparkan mobilnya jurang, dan aku harus melemparkan diriku keluar setelah mobil jatuh dan sebelum mobil meledak. Itu akan membuatku tak terlihat. Gila! Itu kataku. Tapi Sezquall tak mau tahu. Kalau tidak, ia menyuruhku untuk diam dan benar-benar tewas.
“ Tapi…” bantahku, namun mulut jurang sudah menganga di depan sana.
“ Tak ada waktu Arus!”
Dia gila. Sezquall gila. Sezquall Rosseau gila. DETEKTIF SEZQUALL ROSSEAU GILA! Aku merasa tubuhku tiba-tiba ringan. Dan mobil tiba-tiba bermanuver ke bawah. Aku tegang setengah mati hingga tak dapat bernapas. Kami terguncang-guncang sebelum Sezquall melihat tanah yang cukup landai untuk kami mendarat. Dan, cukup landai disini sebenarnya sangat curam. Namun, tetap saja ia berteriak padaku untuk keluar. Aku keluar, dan berguling-guling sedemikian dahsyatnya hingga dunia rasanya dilanda gempa super besar. Akhirnya aku ditangkap Sezquall yang berpegangan pada sebuah dahan pohon. Dari sana, tergantung-gantung, kami melihat mobil yang baru saja kami gunakan meledak di bawah sana.

BAGIAN DUA

Ci siamo incontrati di nuovo!

Artinya, kita bertemu lagi. Ya, akhir-akhir ini memang aku lagi seneng2nya belajar bahasa Italia! Wuah! Nah, karenanya, para pembaca yang baik. Aku sudah membuat judul yang baru untuk novel ini!

Arrivederci!

Artinya, goodbye. Aneh? Ngga nyambung? Ah, biarin. Toh yang penting kedengerannya keren. Nanti di endingnya juga bisa dinyambung2in deh. Itu soal mudah. Nah, bagi yang sudah menyelesaikan bagian pertama, aku ucapkan terima kasih sebesar-besarnya(membungkuk)

Tapi yang penting, para pembaca yang baik. Hari ini bagian satu Arrivederci selesai! Arus, Sezquall, Red, Almarhum dan Almarhumah Tuan Slittering dan Amanda, terima kasih bantuannya!

Dari sini bagian dua akan dimulai! Jangan bosan membaca, oke? Nah, para pembaca. Silahkan menikmati bagian kedua Arrivederci! Addio!

ENAM

Pagi, saat semuanya dimulai, aku mengenakan sweater dan jas hitam. Pagi bukan hari yang menyenangkan bagiku. Entah kenapa, sebuah hari yang baru bukanlah sesuatu yang kutunggu. Pagi hanya membawa tangisan baru, penderitaan yang baru, dan bersamaan dengan itu banyak harapan yang dipasang hingga nanti siang, atau malam mungkin, mereka yang memasang harapan tersebut mengetuk pintu rumah mereka dengan fakta bahwa harapan mereka tak terpenuhi.
Ah, lagipula tak ada gunanya berharap terlalu banyak. Apanya yang pasanglah harapan setinggi langit. Jika ternyata harapan itu lepas, maka jatuhnya akan sakit sekali. Terlalu berharap juga hanya membuat sial. Berharap, berharap, sampai kita membuat suara di hati,” Aku sudah berusaha sekeras ini, aku pasti berhasil”. Kemudian, saat gagal dan mengumpat kenapa kita gagal padahal sudah berusaha, orang lain bersorak. Kita tak mau tahu bagaimana usaha orang lain. Hanya usaha kita sendiri.
Itu mungkin yang terjadi pada ayah dan ibu Amanda. Mereka berdua mengharapkan, maksudku, sangat mengharapkan anaknya menjadi orang besar suatu saat. Mereka mengharapkan anaknya masuk di berita internasional, kemudian menjadi seorang wanita anggun dengan sepatu hak tinggi, kemudian menikah dengan lelaki idaman, memiliki tiga anak yang pintar, kemudian berumah tangga. Yah, itu semua tak pernah tercapai. Karenanya mereka terlihat amat sangat sedih ketika pemakaman. Ibunya sampai pingsan, kemudian mengigau,” Anakku! Anakku seharusnya tidak meninggalkan dunia sekarang! Dia belum menikah! Namanya belum muncul di internet!” Dan ia kembali pingsan.
Aku berdiri di barisan belakang saat pemakaman berlangsung. Tak mau menarik perhatian. Beberapa orang tahu aku sedang bersama Amanda saat insiden kemarin terjadi. Aku takut akan diberondong pertanyaan jika ada yang menyadari aku datang. Sezquall ada di tengah-tengah mereka, dengan mata yang melirik kemana-mana, entah mencari apa. Tetapi aku tidak melihat Aruna. Dimana dia?
Aku tak lama bertanya-tanya ternyata, karena beberapa detik kemudian dia muncul. Rambutnya diikat, dan memakai topi khas Prancis. Kami sedikit menjauh dari kerumunan orang, kemudian, saat aku memanggil Sezquall, Aruna bertanya padaku,” Tidak, jangan bawa orang asing.”
“ Dia bukan orang asing.” Ujarku.” Dia detektif kepolisian.”
“ Apa kau bisa mempercayainya?”
“ Setidaknya dia berusaha membongkar pembunuhan Tuan Slittering dan Amanda.”
Sezquall menghampiri kami,” Aku mau tahu soal organisasi wanita berambut kuning kemarin. Kurasa, hampir semua kejadian ini ada hubungannya dengan mereka.”
“ Kau, siapa namamu?” tanya Aruna.
“ Aku Rosseau, dan Nona, tolong jangan bersikap lebih superior dariku. Aku tidak suka.”
“ Maaf, detektif Rosseau. Tapi aku memang tahu jauh lebih banyak daripada Anda. Bisa kulihat Kartu Tanda Penduduk Anda?”
“ Tentu.”
Sezquall mengeluarkan dompetnya dan menyerahkannya pada Aruna. Aruna mengangguk, kemudian melanjutkan,” Organisasi yang kita bicarakan ini sangat berbahaya. Mereka punya mata dimana-mana. Aku hanya mau memastikan bahwa kau bukan salah satu dari mereka.”
“ Caranya?”
“ Organisasi ini memiliki aturan, bahwa anggota mereka memiliki sebuah lambang dua segitiga di kiri bawah. Sangat kecil, memang, tapi dapat terlihat.”
“ Sungguh bodoh.” Tukas Sezquall.
“ Mereka sangat menjunjung tinggi kebersamaan, dan itulah kelemahan mereka, Tuan Rosseau. Tapi, yah, baiklah, ada hal yang lebih penting yang harus kubicarakan. Tapi tidak disini. Masuklah ke mobilku.”
Pemakaman belum selesai, tapi kami tetap mengikuti Aruna ke mobil sedan hitamnya. Kami masuk, dan Aruna berkata,” Organisasi ini bernama… tunggu.”
Pandangan kami mengikuti pandangan Aruna. Dia memandangi seorang lelaki besar berotot dengan jas hitam dengan sebuah alat komunikasi di mulutnya. Dari balik kacamata hitamnya, ia memperhatikan kami sejak tadi.
“ Gawat.” Bisik Aruna. “ Kita diawasi. Aku akan katakan ini cepat dan mudah, oke? Arus, dokumen yang kuberikan pada Amanda. Ambil itu, sebelum mereka mengambilnya. Lalu amankan! Kalau sempat, dan kau harus sempat, bacalah dokumen itu, dan kau akan tahu kebenaran. Aku mungkin akan keluar negeri untuk sementara, jadi jangan cari aku.”
Kami keluar dari mobil begitu Aruna selesai bicara. Mobilnya melesat maju, dan orang yang sejak tadi mengawasi kami berbicara sesuatu lewat alat komunikasinya.
“ Ini serius.” Ujar Sezquall begitu aku masuk ke mobilnya. “ Kira-kira dimana Amanda menyimpan dokumen ini?’
“ Entahlah. Kita cek di kantornya.”
“ Apa dia seidiot itu hingga menyimpan dokumen sebegitu pentingnya di kantornya?”
“ Dia tidak memiliki rumah. Dia masih tinggal di sebuah kos, yah, meskipun mewah, sebuah kos tetaplah kos. Dan dia menyuruh penjaganya untuk membersihkan tempat kosnya setiap hari dengan tambahan biaya. Dimana lagi ia menyimpan dokumen ini selain di kantornya?”
“ Baiklah kalau begitu.”
Mobil Sezquall melesat maju. Orang tadi berusaha mengikuti kami dengan cepat-cepat masuk ke mobilnya. Namun ternyata mobilnya sudah dikerumuni mobil-mobil kerabat Amanda, sehingga mobilnya terhalangi. Kami beruntung, mungkin.
Hanya butuh dua puluh menit hingga kami sampai. Disana kami segera masuk ke kantor Amanda, dan, pencarian dimulai. Kami mencari dengan cepat, takut ada orang dari organisasi yang Aruna katakan datang untuk mencari dokumen ini juga. Aku menemukan sebuah peti.
“ Mungkin disini.” Kataku pada Sezquall yang sedang menghalangi pintu dengan sebuah lemari.
“ Bagaimana kita membukanya?”
Itu sebuah peti kayu.” Mungkin bisa kita hancurkan.” Aku menendangnya, tapi tak terjadi apa-apa.
“ Minggir.” Sezquall mengambil sebuah palu yang ia temukan dari balik lemari, kemudian menghancurkan peti tersebut. Tepat saat itu pintu digedor.
“ Siapa diluar?” tanyaku.
Pertanyaanku dijawab suara pistol berperedam, membuat lubang di lemari. Kantor Amanda memang diujung lorong, karenanya tak aneh jika tak ada orang di sekitar sini. Ini gawat sekali.
“ Ayo cepat!” teriakku panik. Sezquall menyingkirkan sisa-sisa kayu, kemudian mengambil sebuah amplop coklat dan sebuah chip yang dibungkus plastic padat.
“ Benda apa itu?” tanyaku, bingung. Sebuah tembakan lagi diluncurkan.
“ Tak ada waktu, ini pasti benda penting. Ayo keluar!”
“ Lewat mana?!”
Lemari sudah roboh.
“ Terobos!” Sezquall berlari begitu lemari jatuh, dan orang di depan pintu jatuh terjengkang. Pistolnya terjatuh. Kami berdua berlari menjauhinya. Ia cepat-cepat mengambil pistolnya dan mengejar kami.
“ Lift!”
Kami memasuki lift yang tepat sekali terbuka dan, selagi menekan tombol G menyudut, agar terhindar dari peluru orang asing tadi.
“ Dia gila.” Ujar Sezquall. “ Tadi ada beberapa orang yang melihatnya bersenjata. Apa dia pikir takkan dilaporkan?”
“ Kupikir tidak.”tukasku, tegang sekali.” Tiga orang yang tadi kita lewati berpakaian sama seperti penyerang kita. Mereka satu organisasi.”
“ Apa?”
Tepat saat lift terbuka, kami langsung berlari ke arah pintu keluar. Benar saja, beberapa langkah sebelum sampai keluar, kami diberondong peluru. Untunglah tak satu pun tepat sasaran. Chipnya kumasukkan ke kantung jasku, dan dokumennya sudah dipegang Sezquall. Kami memasuki mobil Sezquall yang langsung ditembaki begitu mulai melaju.
“ Apa mereka mengikuti kita?”
“ Tidak.” Aku terengah, memperhatikan kantorku dari jendela. Tepat di lantai tiga, di depan jendela, beberapa orang duduk, banyak diantaranya menangis. Dan ada tiga orang menodongkan senjata ke arah mereka. Dua dari mereka menembak, dan dua sandera terbunuh. Aku tercengang, tak dapat berkata-kata. Sezquall tahu apa yang kuperhatikan, dan ia menukas,” Kantormu sudah dikuasai, Arus. Mereka sudah menguasainya. Ada sesuatu yang mereka cari. Mungkinkah dokumen dan chip ini? Ini semua sudah benar-benar gila.”
“ Tuan Slittering, yang adalah kepala editor disana pun dibunuh tanpa ada alasan yang jelas. Sekarang Aruna melarikan diri keluar negeri. Ada sesuatu yang tersembunyi dibalik semua ini.” Aku menelan ludah.
Sementara Sezquall memacu mobilnya ke rumahnya, tempat yang paling aman menurutnya, aku membuka amplop coklat tadi dan membaca isinya cukup keras agar Sezquall dapat mendengarnya:




Untuk siapapun yang saat ini memegang dokumen ini,

Aku berterima kasih padamu, mau membuka dokumen ini. Aku hanya berharap kau tidak termasuk salah satu dari orang-orang berambisi itu. Jika tidak, tolong, ini bukanlah suatu lelucon atau apapun. Ini sesuatu hal yang serius. AKu tak dapat menulis banyak di sini karena aku takut rahasianya tidak aman. Dan chip itu, jangan kehilangan. Datanglah ke tempat dengan kata kunci sebagai berikut:

Seribu tahun yang takkan sampai ke seribu satu, sebuah tempat dimana kehidupan dimulai.


“ Ini tidak lucu.” Komentar Sezquall setelah aku selesai membaca.” Seribu tahun yang takkan sampai ke seribu satu, sebuah tempat dimana kehidupan dimulai. Dimana itu?”
“ Mana kutahu!” aku melipat kembali dokumen tersebut dan memasukkannya ke dalam amplop. Setelah mengecek ke belakang, siapa tahu ada yang mengikuti kami, aku melanjutkan. “ Kita harus sampai di tempat ini.”
“ Itu bisa dimana saja, Arus! Bisa saja di Mesir! Di Samudra Atlantik, atau di Mars! Pikirkanlah!”
Kami berkendara selama setengah jam. Berputar-putar di sekitar kota tanpa hasil yang jelas. Apa maksudnya ini? Siapa pun yang menulis ini benar-benar ingin kutemui dan kupukul wajahnya hingga memar. Maksudku, apa maksudnya ia memberikan teka-teki seperti ini?
“ Ini hanya buang-buang waktu, Arus. Kita pergi ke rumahku, dan mendiskusikan semuanya disana.”
Aku setuju, apalagi yang dapat kulakukan. Seribu yang takkan sampai ke seribu satu?
Jam sudah menunjukkan enam sore saat kami sampai. Rumah Sezquall luas dan memberikan kesan hangat. Di ruang keluarganya aku duduk, melepaskan mantelku, dan tak henti-hentinya memandangi kertas yang kutemukan di ruangan Amanda.
Sezquall bersama istrinya datang menghampiriku, menyuguhkan segelas kopi yang mengepul. Elena, begitulah Sezquall memanggil istrinya. Rambutnya coklat panjang, dan wajahnya terlihat lebih muda dari umurnya. Ia terlihat ceria, dan saat itu ia mengenakan kaus oranye dan celana pendek berwarna biru.
“ Tuan Revoir.” Katanya, tersenyum padaku.” Silahkan diminum kopinya.”
Aku mengangguk, tapi tak meminumnya.
Sezquall menceritakan semuanya pada Elena. Tapi ia tak kelihatan kaget sama sekali. Ia berkata bahwa suaminya sudah pernah mengalami hal yang mengerikan seperti itu, jadi bukan hal yang mengejutkan baginya.
Jam delapan malam, kami makan malam bersama. Sezquall dan Elena belum memiliki anak, jadi rumah mereka yang besar terkesan sepi.
“ Ah, brokoli.” Kata Sezquall.” Dari mana kau membelinya, Elena?”
“ Dari seorang pedagang Cina di pasar.” Katanya.” Ia baru saja keliling dunia. Tapi tak mau member tahu dari mana ia dapatkan brokoli itu.”
“ Sayuran sudah langka di zaman es ini, pasti mahal.” Tukasku.
“ Cukup mahal memang, tapi harganya termasuk murah dibandingkan sayuran lainnya.”
Aku menusuk satu brokoli dengan garpu, kemudian setelah memakannya aku memotong daging yang disuguhkan Elena dengan bumbu Barbeque. Sudah lama sekali aku tak memakan brokoli, sejak kecil aku selalu membayangkan bahwa aku adalah seorang raksasa, dan memakan pepohonan di kota.
Pepohonan di kota?
Tunggu, pohon yang diceritakan Amanda. Pohon berumur seribu tahun yang sudah hampir mati. Benar! Seribu yang takkan pernah sampai seribu satu.
“ Sezquall. Kurasa aku tahu apa maksud dari teka-teki tadi.”
Kuceritakan apa yang kutahu. Sezquall kelihatannya senang sekali karena begitu aku selesai ia langsung berkata pada Elena,” Kami pergi dulu.”
“ Apakah tidak terlalu malam?” tanya Elena, mengantarkan kami ke pintu depan.
“ Tidak ada waktu lagi, Elena. Tidurlah duluan.” Kemudian, setelah Sezquall mengecup pipi Elena, kami segera naik ke mobil dan pergi ke taman kota.
“ Tapi Arus,” kata Sezquall setelah mobil kami melaju.” Apa yang dimaksud dengan awal dari kehidupan?”
“ Itu sudah kupikirkan.” Akut tersenyum bangga.” Ada tiga bagian pohon yang utama. Benda yang sedang kita cari tak mungkin ada di dalam batang, apalagi diantara dedaunan yang memang sudah tidak ada. Kurasa yang dimaksudkan dengan awal kehidupan adalah akarnya. Kehidupan pohon berawal dari akarnya bukan?”
“ Cerdas.” Tukas Sezquall saat kami berbelok tajam dan memasuki taman kota. Jam sembilan kurang lima belas, dan taman kota sudah terlihat amat sepi. Tak aneh, udara dingin sekali dan angin cukup kencang untuk membuat bibirku kering dalam dua detik. Aku dan Sezquall mengitari pohon raksasa tersebut setelah merapatkan mantel kami.
“ Apa kau temukan Arus?” tanya Sezquall dari sisi lain pohon.
“ Tidak,” bisikku, mengambil senter dari balik mantelku karena memang tak ada lampu di sekitar pohon tersebut. Aku menunduk, dan menghapus salju yang menutupi sebuah akar besar.
“ Apa kau yakin ini tempatnya?”
“ Aku cukup yakin, dan, lihat ini.”
Aku memperlihatkan sebuah tulisan yang diukir di akar tersebut. Tapi tak tahu bahasa apa itu. Mungkin tulisan Yunani kuno, atau Jawa kuno, aku tak tahu. Walau begitu aku yakin bahwa ini tempat yang kami cari.
“ Ini,” ujar Sezquall, menghentakkan kakinya di kayu yang tertutup salju.” Coba buka.”
Aku mengangguk, dan membuka kayu tersebut. Di bawahnya, satu dokumen lagi kami temukan. Aku hendak membacanya, tetapi Sezquall menyarankan untuk membaca di mobil.
“ Baiklah.” Kami masuk ke mobil sekali lagi, dan aku membuka dokumen tersebut :

Jakarta, 13 Desember 2012

Saat ini aku adalah kepala editor di salah satu Koran terkenal. Aku akan berusaha mengungkapkan kebenaran. Berita-berita yang berhubungan dengan kelicikan orang Yajedan aku segera kuungkap, meski sedikit demi sedikit.

Namun, walau begitu, aku tahu mereka sedang mencariku. Namaku sudah ada dalam daftar pembunuh bayaran mereka, dan, hanya soal waktu sebelum mereka menemukanku. Karenanya, kucoba untuk membuat petunjuk-petunjuk kecil agar orang menyadari usahaku. Kucoba untuk membuat sebuah puisi kecil tentang matahari yang tertidur, maksudku, dibuat tidur. Orang-orang Yajedan sudah menciptakan mesin pengendali cuaca, meski sejauh ini yang dapat mereka ciptakan hanya musim salju yang berkepanjangan.

Mereka menyuap banyak Negara, agar tidak meneliti apa yang terjadi. Mereka memasuki kepolisian, menguasai pers, dan ada dimana-mana. Mereka pintar, harus kuakui, tapi ini tidak dapat dibiarkan. Bahkan mereka membuat berita palsu bahwa pulau mereka terisolasi! Dan satelit tak mampu mengambil gambar dari udara! Hah! Omong kosong.

Aku sadar, bahwa hidupku tak lama lagi. Namun walau aku meninggalkan dunia ini, misiku harus tetap hidup. Karenanya, siapapun Anda, tolonglah, jaga Chip yang ada di tangan Anda sebaik-baiknya. Itu adalah chip yang berbahaya, yang jika dikuasai Yajedan, mereka takkan dapat dihentikan.

Karenanya, bawalah chip tersebut ke _______ untuk menghentikan zaman es ini. Jadi







Aku adalah satu putih diantara seribu hitam



Ravna Slittering


“ Ke mana?” tuntut Sezquall.” Jadi apa?”
“ Entahlah.” Jawabku, putus asa.” Tulisan setelah “ ke” terhapus, juga setelah “jadi””.
Namun satu hal yang jelas, disini, kasus pembunuhan Tuan Slittering dan Amanda, zaman es, dan segala kejadian akhir-akhir ini berhubungan. Yajedan. Mungkin aku harus menghubungi Eliza, kuharap dia tidak ada diantara orang-orang yang disandera waktu itu. Aku harus membongkar semuanya. Tuan Slittering berusaha menghentikan Yajedan, tapi tewas. Dokumen dari Aruna yang diberikan pada Amanda membuatnya tewas. Kasus ditutup tiba-tiba, ini menjelaskan semuanya.
“ Kita harus membersihkan kepolisian dari Yajedan terlebih dahulu, Arus.” Kata Sezquall.” Mereka salah satu yang memiliki peran besar dalam penyelidikan kita.”
“ Eliza.” Tukasku.” Dia sempat meneliti tentang Yajedan. Kuharap kita bisa menemuinya.”
“ Oh, tentu kita bisa.” Sezquall memutar setirnya.” Kita harus bisa.”

LIMA

Semuanya terjadi begitu cepat. Untuk sejenak aku pikir ini adalah mimpi. Tapi mau tidak mau, aku harus hadapi semuanya. Ini semua bukan mimpi. Aku memegangi sikuku yang memar, sambil memperhatikan kerumunan orang yang mengelilingi tubuh kaku Amanda.
Polisi datang lima menit kemudian. Beberapa orang sudah keluar karena tidak tahan melihat darah, tapi sisanya banyak yang keluar karena diusir. Sialan! Harusnya aku membiarkan Amanda melompat duluan!
Sezquall datang menghampiriku kemudian bertanya apa yang kutahu. Kuceritakan semuanya, bahwa kami diserang si wanita Harajuku kuning dengan baju hitam ketat. Sezquall terlihat tersentak sekali.
“ Apa ini orang yang kau maksud?” dia memperlihatkan sebuah foto wanita yang berdiri tegak, sepertinya memang sengaja difoto.
“ Iya! Tidak salah lagi.”
“ Kami menangkapnya tadi berlari diluar membawa pistol. Kami kira dia hanya seorang yang kebetulan lewat dan ia kami tangkap karena membawa senjata api. “
Sezquall cepat-cepat mengambil telepon genggamnya, kemudian menelepon anak buahnya untuk menahan wanita tersebut.
Kami langsung menuju kantor polisi sementara tim medis membawa jenazah Amanda. Di mobil, sepanjang perjalanan, pikiranku tak bisa lepas dari kejadian tadi hingga Sezquall berkata padaku,” Arus, kematian bukanlah hal yang baru dalam kehidupan. Dalam kehidupan kita pasti akan melihat kematian, dan jika itu terjadi jangan sampai terbawa dalam kehidupanmu.”
Aku mengangguk. Kurasa Sezquall benar. Aku terlalu sensitif. Namun tetap saja, walau Amanda bukanlah rekan yang dekat denganku, kupikir tidak seharusnya ia mati dengan cara seperti itu.
Baru saja kami hendak turun dari mobil sesampainya di kantor polisi, Sezquall mendapat telepon dari rekannya bahwa si wanita Harajuku dipindahkan ke gedung sebelah kantor polisi karena ia sempat kabur. Rekannya tersebut khawatir jika ikatan si wanita dilepaskan dan kembali dipindahkan ke kantor polisi dia dapat melarikan diri dengan bela dirinya yang luar biasa.
“ Baiklah kalau begitu.” Tukas Sezquall, agak kesal. Dan, menembus badai salju, kami berlari ke gedung tersebut.
Di lift, sementara aku membersihkan salju dari mantelku, Sezquall terlihat tak sabar. Bagaimana tidak, dia akhirnya menangkap seorang pembunuh yang ia cari selama ini. Setidaknya begitu Begitu pintu lift terbuka di lantai paling atas, Sezquall berjalan cepat sekali dan membuka pintu.
“ Tuan Rosseau, kami terpaksa menempatkannya di lantai teratas agar tak dapat kabur.” Kata seorang rekannya, seorang polisi gemuk pendek dengan jas yang terlalu longgar.
“ Ya, kerja bagus El. Memangnya sehebat apa beladirinya hingga kau tak berkutik?” sahut Rosseau, matanya memperhatikan si wanita Harajuku yang terikat di kursi kayu dengan mata berkilat-kilat.
Pria yang dipanggil El tersebut merunduk dan serta-merta bersungut-sungut, malu.
“ Baiklah, namaku Sezquall Rosseau.” Kata Sezquall setelah menghela napas. “ Kita langsung saja. Aku tidak suka melakukan kekerasan pada wanita, tapi… beberapa keadaan membuat kita melakukan sesuatu yang biasanya tidak kita lakukan, hm?”
Wanita Harajuku tidak bergeming.
“ Aku akan mengajukan beberapa pertanyaan, jadi tolong jawab sejujurnya. Dan hukumanmu mungkin akan lebih ringan.” Sezquall berdeham, kemudian melanjutkan.” Apa motifmu membunuh Amanda dan Tuan Slittering?”
Wanita tersebut terdiam. Alih-alih menjawab wanita Harajuku malah memandangi Sezquall dengan tajam.
“ Pertanyaan yang sama.” Kata Sezquall.
“ Aku tak memiliki motif apapun. Motif hanya untuk pecundang.” Jawabnya akhirnya, dengan logat yang aku tak tahu dari mana.
Sezquall terlihat agak kesal. Sementara itu aku cuma bisa duduk, memperhatikan proses interogasi berlangsung. Wanita itu ditanya terus oleh Sezquall, tapi tetap menjawab bahwa ia tidak punya motif. Hingga akhirnya El berbisik pada Sezquall.
Akhirnya Sezquall mengubah pertanyaannya,” Siapa yang menyuruhmu?”
Entah kenapa wanita tersebut terlihat tersentak sekali, hingga matanya melotot tak karuan, membuat kami bingung dan diam membeku. Wanita Harajuku tersebut menelan ludah berkali-kali, dan, tanpa diduga ia berdiri bersama kursi dimana tangannya diikat disana dan melompat ke luar gedung, menyebabkan pecahan kaca bertebaran kemana-mana. Kami tersentak, dan saking kagetnya terdiam tak bergeming.
Aku bangun dari tempat dudukku, kemudian melihat ke bawah. Wanita tersebut sudah terbaring di tanah dengan wajah terlebih dahulu. Darah menggenangi badannya, mewarnai salju di sekitarnya. Beberapa orang mulai mengerumuninya, dan kami, dari atas gedung, saling bertatapan, bingung.
“ Dia, dia melompat?” aku menelan ludah.
“ Begitulah.” Sahut Sezquall, tampaknya dia sama sekali tak kaget.” Dia berasal dari organisasi besar, Arus, El.”
“ Apa? Apa yang membuatmu berpikir begitu?” Tanya El, juga menelan ludah. Mungkin sama gugupnya denganku.
“ Dia sudah benar-benar mencintai organisasi dan visi, juga misinya. Organisasi tersebut pasti sudah berpesan untuk tutup mulut apapun yang terjadi. Dan, yah, dia benar-benar tutup mulut. Dengan membunuh dirinya sendiri dia berhasil melindungi organisasinya.”
Serta-merta aku teringat pada Amanda. Dia baru saja mendapatkan dokumen rahasia dari Aruna saat semua ini terjadi. Apa ini semua ada hubungannya dengan pembunuhan ini?
“ Sezquall.” Kataku, mengajaknya ke sudut ruangan sementara El masih shock, terdiam memperhatikan tubuh wanita Harajuku diangkut ke ambulans.” Sepertinya aku tahu sesuatu.”
“ Katakanlah.”
Kukatakan semua yang kutahu.
“ Itu menarik sekali.” Komentar Sezquall.” Kapan kira-kira kau bisa bertemu Aruna lagi?”
Aku sejenak berpikir. Kupikir aku bisa bertemu dengannya di kantor. Tapi kira-kira apa yang akan ia lakukan setelah semua ini?
“ Mungkin kami akan bertemu di pemakaman Amanda. Kemungkinan besar ia akan datang.”
“ Baiklah, kabari aku tentang pemakaman ini.”
Aku hanya bisa mengangguk. Ya, apalagi yang dapat kulakukan. Sorenya saat aku ke kantor Aruna memanggilku, seperti yang kuduga. Dia berkata bahwa dia ikut berduka atas pembunuhan Amanda. Aku menunduk, aku bersumpah padanya bahwa aku berusaha menghentikan si wanita Harajuku. Dia kelihatannya buru-buru, karenanya saat aku tanya tentang pemakamannya, ia jawab besok, karena keluarganya ingin anaknya cepat dimakamkan. Kemudian ia cepat-cepat keluar dari ruangannya.
“ Ah, Arus. Sebelum itu…”
“ Hm?”
Aruna terlihat bingung, kelihatannya lupa apa yang hendak ia katakan.” Lupakan,” katanya akhirnya.
Selama di apartemen, malamnya, aku tak dapat menghilangkan kejadian tadi dari pikiranku. Dan, alhasil, aku tak dapat tidur. Meski semuanya sudah terjadi, dan, sebagai seorang yang sudah dewasa, aku tahu semua takkan dapat diubah. Aku merasa bersalah, ya, walau kucoba untuk menghilangkan rasa itu. Apa rasa bersalah itu menunjukkan bahwa aku masih seorang manusia? Boleh jadi. Tapi aku tidak mau rasa itu menghantui pikiranku.
Kuambil telepon genggamku, kemudian mengirimkan sebuah pesan singkat pada Sezquall tentang pemakaman Amanda. Baru saja kutekan tombol “kirim”, pintu apartemenku diketuk.
“ Ah, Red.” Ujarku.” Apa kabar?”
“ Baik, kurasa.”
“ Masuklah.” Aku mengunci teleponku dan menutup pintu.
“ Aku sudah dengar apa yang terjadi pada Amanda.” Kata Red begitu ia duduk di sofa.
“ Ya, pembunuh yang selama ini dicari oleh Sezquall… dia pun sudah tertangkap.”
“ Apa?” Red terlihat tersentak.” Lalu?”
“ Dia bunuh diri! Saat diinterogasi dia melemparkan dirinya sendiri dari lantai tiga puluh sembilan! Gila sekali, jika kau melihatnya sendiri.”
Entah kenapa, atau hanya perasaanku, Red terlihat lega.
“ Apa kau hendak menghadiri pemakaman Amanda?” tanyaku.
“ Tidak, kurasa. Tiga hari ini mungkin kau tidak akan melihatku. Aruna menyuruhku meliput kematian yang semakin naik karena cuaca ekstrim ini. Kemudian kami akan mewawancara seorang ilmuwan geologi. Mungkin akan dapatkan info baru, hm?”
“ Semoga saja.” Tukasku.” Aku lelah hidup dalam ketidakjelasan seperti ini. Dan, pembunuh ini…” aku terdiam sejenak,” Sezquall bilang ia berasal dari organisasi besar.”
“ Rosseau? Ah, dia terlalu sok tahu, Arus. Ingat saat dia bilang bahwa aku adalah pembunuh Tuan Slittering?”
Aku terdiam.
“ Apa kau mau makan malam di bawah? Kudengar ada restoran baru. Katanya masakan Padangnya enak sekali.”
“ Ah tidak. Rasanya aku hendak tidur saja. Hari ini begitu melelahkan, kau tahu.”
“ Satu hal, Arus.” Ujar Red saat aku mengantarnya keluar pintu.” Apa Amanda atau Aruna memberimu sesuatu?”
“ Tidak.” Jawabku. Singkat. Karena aku ingin sekali membaringkan tubuhku di kasur.
“ Oke.”
Dan malam itu aku benar-benar tidur nyenyak.

EMPAT

Jam tiga hari itu kami benar-benar meninggalkan kantor. Aku dan Amanda tidak tahu apa yang hendak dibicarakan Aruna, tapi dari sikapnya yang tidak terkejut melihat foto dari Red, kupikir dia tahu banyak.
Hari tidak bertambah baik. Suhunya masih jauh dibawah nol. Dan lebih buruknya tidak ada berita lebih lanjut tentang semua ini. Berita dalam negeri hanya menyampaikan keanehan ini berulang-ulang tanpa solusi, atau terkadang jumlah korban tewas karena membeku. Berita luar negeri lebih parah, tidak ada yang menyangkut ini semua. Aneh sekali, memang. Tapi memang begini adanya.
Kami naik bus untuk pergi ke Mall yang Aruna maksud. Kalau tidak salah, namanya Tiga Perempat Plaza. Aku tak tahu maksudnya, dan tak mau tahu. Toh aku bukan penggemar Mall.
Bus kami berbelok ke kanan, melewati tempat yang dulunya Taman Kota. Pepohonan mati berjejer disana, beberapa masih berdaun, tapi kebanyakan sudah tidak. Di tengahnya terdapat sebuah pohon paling besar. Amanda pernah bercerita tentang pohon itu. Katanya umurnya sudah hampir seribu tahun. Ya, memang ukurannya raksasa. Aku bertanya padanya, apakah itu pohon yang ia maksudkan.
“ Benar.” Jawabnya.” Luar biasa bukan?”
“ Apakah umurnya benar-benar seribu tahun?”
“ Menurut informasi yang kudapat, ya.”
Menurutku pribadi, sungguh amat disayangkan karena pohon itu pasti akan mati jika musim tidak berubah dalam setahun ini. Daunnya sudah habis. Apa pohon itu masih hidup? Ah, aku tak peduli. Lagipula, itu bukan urusanku. Tapi ini malah membawaku pada pertanyaan lain, jika pohon tidak berfotosintesis, oksigen yang selama ini kami hisap datang dari mana?
“ Menurut beberapa ilmuwan, ada sebuah wilayah yang masih cukup hangat bagi pohon untuk fotosintesis.” Jawab Amanda saat kutanya. “ Tapi sampai sekarang tak pernah ditemukan dimana itu.”
Tak masuk akal, menurutku. Memangnya bumi ini planet asing? Kami sudah punya satelit, peta, dan segalanya yang diperlukan untuk menjelajah. Apa tidak bisa kita menemukan tempat ini?
Tak sempat aku kukatakan rasa penasaranku, kami sudah sampai. Mall itu memang besar sekali. Ada beberapa toko di depan Mall. Dan aku yakin ada puluhan di dalamnya. Poster-poster raksasa berisi film terbaru berjejer di dinding atas Mall itu. Tempat parkirnya sempit sekali, dan banyak sekali orang berkumpul di pintu masuk jika hujan salju turun, menunggu jemputan mereka. Biasanya di lantai pertama terdapat banyak dealer mobil, atau terkadang handphone yang dengan speakernya mempromosikan barang dagangan mereka. Di lantai paling atas, seperti Mall-Mall kebanyakan, ada gedung bioskop besar yang dipenuhi anak muda pacaran.
QueQue ada di lantai tiga. Kukira takkan lama sampai ke sana, namun ternyata ceritanya tak seperti yang kukira. Amanda tidak tahan untuk tidak melihat-lihat jaket disana. Kami sudah lima belas menit berada di sebuah toko baju. Aku hanya duduk, cemas karena Aruna pasti frustasi.
“ Kau duluan saja.” Kata Amanda, yang sedang mengagumi sebuah jaket beludru.” Aku akan menyusul.”
Yah, baiklah. Kataku. Aku takkan berani membantah kata-katanya. Karenanya cepat-cepat aku menaiki sebuah elevator sebelum Aruna benar-benar frustasi menunggu kami.
Aku mengerutkan dahi saat melihat seorang wanita tinggi kurus dengan rambut kuning pirang bergaya harajuku berjalan cepat ke arah Amanda. Tunggu, kupikir aku tahu siapa dia. Rambut kuning, baju hitam ketat dan jaket kulit hitam. Kuperhatikan tangan kanannya masuk ke dalam jaketnya, kemudian keluar dengan sebuah…sebuah..
Pistol!
Aku ingat! Dia adalah pembunuh Tuan Slittering yang ada di foto. Aku takkan bisa lupa dengan rambutnya itu.
“ Amanda! Tiarap!” Teriakku.
Ternyata wanita itu menyadari teriakanku, dan serta-merta menembakkan sebuah peluru ke arah Amanda. Untunglah peluru tersebut mengenai tembok, dan dalam satu detik semua pengunjung berlarian. Aku melompat ke bawah, berusaha mencari Amanda. Dia ternyata jatuh terduduk di lantai toko, kaget.
“ Cepat, kita lari!” Aku mengaitkan tanganku ke siku Amanda.” Kita harus keluar dari sini!”
“ Ada apa ini, Arus?”
“ Aku juga tidak tahu! Sekarang bukan waktunya memikirkan itu! Kita harus menyelamatkan diri!”
Aku berlari, diikuti Amanda dibelakangku. Wanita itu menemukan kami, dan dengan kecepatan luar biasa mengejar kami. Tiga peluru hampir mengenai kami, dan satu diantaranya mengenai kepala seorang bocah remaja hingga ia tewas seketika.
Di depan ada elevator yang akan membawa kami ke lantai dasar. Tapi jika kami mengambil jalan itu, kemungkinan besar kami akan tertembak saat meniti elevator turun. Satu-satunya cara menghindari peluru hanya berlari zig-zag, dan saat meniti elevator kami akan terpaksa berlari lurus.
Apa yang harus kulakukan?
“ Kita harus melompat.”
Amanda terperanjat.” Apa? Apa kau gila?” Kedengaran sekali napasnya sudah habis.
“ Tidak, ini satu-satunya cara. Tidak usah banyak tanya Amanda, dibawah ada kasur yang sedang dijual, jika kita bisa mendarat disana maka luka kita bisa diminimalisir.”
“ Kalau tidak?”
Aku tak menjawab. Aku menuntun Amanda berlari menembus kumpulan orang-orang. Di depan sana sasaranku, dan aku melepaskan tangan Amanda, melompat.
“ Ayo Amanda!” Aku merasakan tubuhku kehilangan berat, dan serta merta jatuh ke bawah dengan percepatan yang cukup untuk membuatku tegang setengah mati. Kasurnya! Aku berhasil mendarat di kasur tersebut, dan aku kembali terpental dari kasur tersebut. Hingga akhirnya aku mendarat di lantai dengan sikuku.
Sakit sekali memang, tapi kucoba untuk tidak menghiraukannya dan melihat ke atas. Dimana Amanda? Dia tidak melompatkah? Tidak, dia melompat. Namun, lompatannya terlambat. Begitu Amanda melompat, peluru wanita Harajuku itu menembus kepalanya. Dan disanalah, saat itu jantungku rasanya berhenti, saat Amanda jatuh ke bawah dengan
sebuah lubang di kepalanya. Ia mendarat di ubin, dengan darah menggenanginya.

TIGA

Aku membiarkan kepalaku terbaring di atas bantal untuk sejenak. Jam masih menunjukkan pukul enam kurang seperempat. Ah, toh jam kerjaku masih lama. Tak perlu buru-buru. Setidaknya itu yang kupikirkan, hingga akhirnya aku tertidur lagi. Mungkin karena terlalu lama berbaring. Dan akhirnya terbangun jam tujuh! Aku mengumpat pelan, cepat-cepat berpakaian rapi dan keluar dari apartemen kecilku.
Perlu kukatakan mungkin, bahwa diluar terasa lebih dingin dari biasanya. Dua mantel yang kukenakan tak mampu menahan rasa dingin yang begitu menusuk. Tapi dalam perjalananku menuju kantorku sendiri, kurasa ada baiknya sedikit berkenalan dengan editor baruku. Tapi baru saja aku hendak masuk ke kantor editor, kakiku berhenti karena mendengar suara percakapan dari dalam. Kukenali ada dua suara, Amanda dan satu suara perempuan yang asing bagiku.
“ Ada apa Ibu memanggil saya ke sini?” Itu suara Amanda. Aku semakin tertarik, karenanya kuputuskan untuk berdiri di sana, mendengarkan.
“ Tunggu, Amanda, bisa tolong tutup pintunya sebentar?”
“ Tentu.”
Pintu ditutup. Aku terpaksa menempelkan telingaku ke pintu.
“ Baiklah, kita tidak punya waktu banyak. Karenanya aku aka langsung pada intinya. Kau, Amanda, apa sudah berhasil memecahkan misteri kertas puisimu? “
“ Ah? Belum. Dari mana Ibu tahu soal kertas itu?”
Aruna tertawa pelan.” Tidak perlu tahu. Sepertinya kurang aman bicara disini.”
Mereka melanjutkan percakapan pendek mereka. Aruna berkata untuk menjaga dokumen-dokumen yang akan ia berikan dengan nyawanya. Katanya jangan perlihatkan pada siapa pun yang tidak bisa Amanda percayai.
“ Bacalah dokumen ini, dan kau akan tahu kebenaran.”
Setelah itu, Aruna meminta Amanda keluar, kurang lebih seperti itu. Karenanya aku cepat-cepat menyingkirkan telingaku dari pintu.
“ Arus.” Amanda memandangiku dingin.” Apa kau mendengar?”
“ Ah?” tukasku, pura-pura tolol.
“ Tidak, tidak. Lupakan.”
Aruna bertanya, ada siapa diluar.
“ Arus.” Jawab Amanda.” Dia rekan kerjaku.”
“ Ah, Arus Revoir, apa aku benar?”
Aku menengok ke dalam, dan mengangguk. Kami sedikit berbasa-basi, dan tiga menit kemudian Aruna bertanya padaku tentang pembunuhan Tuan Slittering. Aku menunjukkan foto yang tidak jadi Sezquall ambil, dan aku mengatakan semua yang kutahu.
“ Kulihat kau sangat tertarik dengan kasus ini.” Komentar Aruna.” Mengapa?”
“ Kasus ini ditutup bahkan sebelum pembunuhnya diketahui. Itu benar-benar ganjil. Dan tulisan di balik foto ini, kurasa ada sesuatu yang aneh di balik semua kejadian ini.
Aruna tersenyum, kemudian sambil berlalu ia berkata,” Amanda, Arus. Temui aku di kedai kopi di Mall di dekat Halte Padang jam tiga nanti. Ada yang harus kubicarakan.”
Aku dan Amanda saling tatap, kemudian mengangguk.

DUA( Definitely last part)

Aku berpapasan dengan seorang wanita muda dengan postur tinggi di pintu keluar. Rambutnya coklat bergelombang. Sepatu hak tingginya membuatnya menjadi terlihat lebih tinggi walau sebenarnya ia memang tinggi. Dia tersenyum padaku, kemudian berjalan masuk. Aku tak pernah melihatnya di kantor, apa dia orang baru? Ah, lagipula apa urusanku. Pikirku begitu saat aku berjalan meniti tangga turun seraya merapatkan mantelku.
Rupanya hari keberuntunganku saat itu, karena begitu hendak menaiki bus kota untuk pergi ke kantor polisi, Sezquall sudah menghampiriku. Aku tidak jadi mengangkat tangan untuk memberhentikan bus. Sezquall berkata padaku untuk ikut dengannya ke kedai kopi sebentar untuk bicara. Kebetulan sekali, kataku. Karena aku pun perlu bicara.
Kedai kopi yang Sezquall pilih sungguh sempit. Tak banyak meja disana karena memang pengunjungnya pun sedikit sekali. Kami memilih duduk di sudut dan hanya memesan dua kopi hitam karena harganya paling murah.
“ Baiklah, kau duluan.” Kata Sezquall, menyeruput kopi hitamnya yang mengepul.
“ Ini.” Aku merogoh saku belakangku dan mengeluarkan sebuah foto yang kudapatkan dari Red. “ Red menemukan ini, katanya diselipkan di laptopnya.” Sebuah senyuman kubentuk di bibirku.” Dengan ini dia tidak bersalah, Detektif.”
“ Ah, kau benar.” Tukas Sezquall.” Kupikir ini memang bukti kuat bahwa Red tidak bersalah. Tapi, ah! Apa peduliku sekarang! Kasus pembunuhan Tuan Slittering ditutup! Sungguh konyol! Katanya kasus yang harus cepat diselesaikan adalah kasus korupsi di pemerintahan. Korupsi apa! Kasus yang dibuat-buat!”
“ Apa?” Aku mengangkat alisku.” Kasusnya ditutup?”
“ Ya! Inilah sesuatu yang aku tak mengerti. Apa yang ada di otak kecil mereka? Para idiot itu…” Sezquall berdeham. Kemudian menghabiskan kopi hitamnya.” Yang hendak kukatakan adalah, kau, Arus, sebagai wartawan di kantormu tolonglah, selidiki apa yang kau bisa. Selidiki semuanya, karena kau orang dalam. Beritahu aku perkembangannya.”
“ Tunggu, tunggu.” Aku menggeleng. “ Kau sudah menyetirku cukup jauh, Detektif.”
“ Ini berita, Arus. Apa kau mau melewatkannya begitu saja?”
“ Berita, ya, berita! Tapi apa editorku mau menerbitkan berita yang polisi saja tidak tertarik?”
“ Kau pikir siapa editor barumu?”
Aku mengerjap, bingung.
“ Editor barumu adalah Aruna, putri Tuan Slittering. Kau pikir dia tak mau dunia tahu kebenaran tentang siapa pembunuh Tuan Slittering?”