Jumat, 02 Juli 2010

DUA( Definitely last part)

Aku berpapasan dengan seorang wanita muda dengan postur tinggi di pintu keluar. Rambutnya coklat bergelombang. Sepatu hak tingginya membuatnya menjadi terlihat lebih tinggi walau sebenarnya ia memang tinggi. Dia tersenyum padaku, kemudian berjalan masuk. Aku tak pernah melihatnya di kantor, apa dia orang baru? Ah, lagipula apa urusanku. Pikirku begitu saat aku berjalan meniti tangga turun seraya merapatkan mantelku.
Rupanya hari keberuntunganku saat itu, karena begitu hendak menaiki bus kota untuk pergi ke kantor polisi, Sezquall sudah menghampiriku. Aku tidak jadi mengangkat tangan untuk memberhentikan bus. Sezquall berkata padaku untuk ikut dengannya ke kedai kopi sebentar untuk bicara. Kebetulan sekali, kataku. Karena aku pun perlu bicara.
Kedai kopi yang Sezquall pilih sungguh sempit. Tak banyak meja disana karena memang pengunjungnya pun sedikit sekali. Kami memilih duduk di sudut dan hanya memesan dua kopi hitam karena harganya paling murah.
“ Baiklah, kau duluan.” Kata Sezquall, menyeruput kopi hitamnya yang mengepul.
“ Ini.” Aku merogoh saku belakangku dan mengeluarkan sebuah foto yang kudapatkan dari Red. “ Red menemukan ini, katanya diselipkan di laptopnya.” Sebuah senyuman kubentuk di bibirku.” Dengan ini dia tidak bersalah, Detektif.”
“ Ah, kau benar.” Tukas Sezquall.” Kupikir ini memang bukti kuat bahwa Red tidak bersalah. Tapi, ah! Apa peduliku sekarang! Kasus pembunuhan Tuan Slittering ditutup! Sungguh konyol! Katanya kasus yang harus cepat diselesaikan adalah kasus korupsi di pemerintahan. Korupsi apa! Kasus yang dibuat-buat!”
“ Apa?” Aku mengangkat alisku.” Kasusnya ditutup?”
“ Ya! Inilah sesuatu yang aku tak mengerti. Apa yang ada di otak kecil mereka? Para idiot itu…” Sezquall berdeham. Kemudian menghabiskan kopi hitamnya.” Yang hendak kukatakan adalah, kau, Arus, sebagai wartawan di kantormu tolonglah, selidiki apa yang kau bisa. Selidiki semuanya, karena kau orang dalam. Beritahu aku perkembangannya.”
“ Tunggu, tunggu.” Aku menggeleng. “ Kau sudah menyetirku cukup jauh, Detektif.”
“ Ini berita, Arus. Apa kau mau melewatkannya begitu saja?”
“ Berita, ya, berita! Tapi apa editorku mau menerbitkan berita yang polisi saja tidak tertarik?”
“ Kau pikir siapa editor barumu?”
Aku mengerjap, bingung.
“ Editor barumu adalah Aruna, putri Tuan Slittering. Kau pikir dia tak mau dunia tahu kebenaran tentang siapa pembunuh Tuan Slittering?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar