Rabu, 21 April 2010

DUA(Part 2)

Aku bahkan tidak meninggalkan apartemenku hari itu. Aku merenungkan tentang apa yang baru saja terjadi. Tentang kematian Tuan Slittering yang begitu mencengangkan. Tentang Sezquall, dan terlebih tentang sikap Red yang aneh.

Pagi seakan tidak menyambutku dengan ramah dengan cahaya mataharinya yang redup. Aku sudah terjaga dari setengah jam yang lalu. Tapi badanku sulit sekali digerakkan, mungkin lebih tepatnya malas. Aku hanya menatap langit-langit, terus berpikir. Apa sebenarnya yang Red pikirkan? Dia bersikap seakan memang dia memiliki bukti. Sezquall mengira dia bersalah. Sakit mengakuinya, tapi aku juga berpikir begitu. Aku berusaha mempercayai bahwa Red tak bersalah. Tapi pertanyaan-pertanyaan yang, kupikir mengarah pada kalimat," Red bersalah."

Seseorang mengetuk pintu dengan keras, membuatku terlonjak. Aku membuka selimutku dan membukakan pintu.
" Detektif." sapaku pada Sezquall. Dia sudah berpakaian rapi dengan jas panjang coklat dan sarung tangan tipis kulit. Kupikir ia tidak berpakaian seperti orang lain hingga berlapis-lapis, tapi kelihatannya dia sama sekali tidak kedinginan. Sebuah cerutu dijepit di kedua bibirnya.
" Arus." kata Sezquall tanpa menatapku sama sekali." Oh, tidak, aku tidak akan masuk ke dalam apartemenmu yang berantakan itu. Maaf saja." dia menambahkan saat aku mempersilahkannya masuk." Cepat berpakaian dan temui aku diluar. Ada yang mesti kubicarakan denganmu. Ini soal Red."
Aku mengangguk perlahan dan Sezquall sudah hilang di sudut lorong. Aku melapis bajuku dengan dua sweater dan satu mantel. Di luar sedang hujan salju, dapat kulihat dari lift yang terletak di depan gedung dan dindingnya terbuat dari kaca.
" Detektif!" Panggilku begitu sampai di luar. Ia menungguku berlari ke arahnya. Cerutunya masih berasap di mulutnya.
" Arus. Lama sekali kau."
Aku menggigil."Kupikir aku sudah cukup cepat."
" Idiot macam apa yang menganggap lima menit itu cepat."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar