Selasa, 30 Maret 2010

SATU(Part 1)

Aku membuka laptopku begitu sampai di ruanganku, dan dengan segera menggunakan Browser untuk mencari apa yang sedang dibicarakan Amanda tadi. Namun selama setengah jam tak kudapatkan apa yang kucari. Setengah kesal, memang. Namun setengah lagi dari diriku mengatakan bahwa ini adalah hal baru, maksudku, benar-benar baru. Dan jika aku berhasil mengungkapkannya, namaku pasti mendunia.
Kuputuskan untuk membaca kertas Amanda sekali lagi dan mencatatnya. Karenanya kuarahkan langkahku keluar ruangan dan menuju ruangan Amanda yang terletak di lantai sebelas. Namun sebelum aku menaiki lift, pikirku ada baiknya mengajak Red sebagai teman diskusi. Dan kebetulan sekali ia baru saja keluar dari ruangannya.
“ Hei,Red.” Kataku seraya melambaikan tangan.” Aku ingin bertemu Amanda dan bertanya lebih lanjut soal kertas tadi. Mau bergabung?”
Red menggeleng lemas,” Ah, tidak Arus. Rasanya aku sedang tidak mood. Perutku mual sekali. Kurasa aku mau mencari makanan hangat diluar.”
Aku mengangkat bahu, kecewa.” Oke. Tidak masalah.”
Lift terbuka tak lama setelah itu, dan aku menekan tombol angka sebelas begitu aku masuk ke dalamnya. Lima orang masuk pada lantai lima, membuatku merasa amat sesak, dan amat bersyukur saat lift mencapai lantai sebelas.
“ Amanda.” Aku mengetuk pintu ruangan Amanda perlahan dengan jariku.” Amanda?”
Pintu terbuka perlahan, dan Amanda mengangkat alisnya saat melihatku,” Arus. Ada apa?”
“ Boleh aku masuk? Ada yang hendak kubicarakan.”
Amanda mengangguk.” Tentu.”
Aku menghela napas panjang dan melemparkan pandanganku berkeliling. Di ruangan itu terdapat sofa dan meja kaca pada sisi kirinya. Tepat di depan pintu meja bekerja Amanda dan komputernya berada, dan di sisi kanan ada sebuah jendela besar yang memperlihatkan pemandangan gedung-gedung di luar.
Aku memutuskan untuk duduk di sofa, dan agar tidak mengejutkan, kuputuskan untuk sedikit berbasa-basi,” Pemandangan di sini indah ya.”
“ Cepatlah Arus, tidak usah banyak omong. Katakan saja apa maumu ke sini.”
Aku terlonjak.” Baik,baik. Aku hendak melihat kertas tadi.”
“ Kertas apa?”
“ Kertas yang berisi puisi Sleeping Sun. Yang kau perlihatkan pada seluruh kantor.”
Amanda mencibir.” Aku tidak memperlihatkannya ke seluruh kantor, Arus. Ini proyekku. Lagipula aku memperlihatkannya pada kau dan Red agar ada saksi bahwa akulah penemu kertas itu.”
“ Ya, aku tahu. Tidak apa kan aku melihatnya sekali lagi?”
Amanda membuka lacinya tanpa mengatakan apa-apa dan mengeluarkan kertas itu sekali lagi. Ia menyodorkannya padaku.” Ya, kurasa kau takkan dapat mengalahkanku meskipun tahu tentang kertas ini.”
“ Menurutmu, kertas ini berasal dari mana?” tanyaku setelah memperhatikan tulisan itu dengan saksama.
“ Melihat jenis tulisannya, dan bahasanya, kurasa itu dari Inggris. Tapi itu masih hipotesa. Aku belum bisa yakin.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar